Terobosan Menteri Amran Sulaiman Menuju Swasembada Pangan

Rizal Djalil Mantan Anggota DPR RI Dua Periode dan Ex Ketua BPK RI. (dok)

Oleh: Prof. DR. Rizal Djalil, Ex Ketua BPK RI, Anggota DPR RI Periode 1999-2009 Pernah Memimpin Audit Kementerian Pertanian

Salah satu poin penting Pidato Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto saat pelantikannya pada 20 Oktober 2024 di depan Sidang Umum MPR RI adalah “Kita harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia.”

Bacaan Lainnya

Bahkan secara lebih rinci, Presiden Prabowo Subianto menjelaskan dalam pengarahan pada sidang kabinet perdana, 24 Oktober 2024 di Istana Negara, sebagai berikut; “kita harus swasembada pangan, itu prioritas dasar, karena situasi global, perang besar bisa pecah setiap saat. Kita harus jamin kemampuan kita memberi makan rakyat kita sendiri.”

Arahan tersebut lah yang harus diterjemahkan secara implementatif untuk dilaksanakan di lapangan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan jajarannya.

Rizal Djalil bersama Menteri Pertanian Aman Sulaiman dan KSAD Jenderal Mulyono, usai membahas percetakan sawah baru, di kantor Kementan, Jakarta, 2017.

Sebagai menteri yang sudah berpengalaman pada periode 2014-2019 ditambah networking dalam dan luar negeri yang luas, saya yakin Menteri Amran mampu mencapai apa yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto.

Pada periode pertama menjabat sebagai Menteri Pertanian dan ditambah dengan dilantiknya kembali sebagai Mentan pada 23 Oktober 2023 menggantikan Syahrul Yasin Limpo yang berhalangan tetap, telah banyak terobosan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian, antara lain:

Pertama, pencapaian swasembada pangan (beras) pada tahun 2017 dengan total produksi beras 30,50 juta ton, dan pada tahun 2019 dengan produksi beras 31,00 juta ton. Prestasi spektakuler-di tengah berbagai masalah rantai produksi yang berhasil diatasi-sehingga FAO yang berkantor di Roma, Italia memberikan penghargaan “food security” terbaik di dunia.

Kedua, tokoh sentral yang berhasil menggerakkan pertanian modern di Indonesia berbasis mekaninasi. Keberhasilan ini mendorong Perhimpunan Tehnik Pertanian (Perteta) memberikan “Perteta Award” pada 14 Oktober 2019. Yang sekaligus menetapkan Dr. Ir. Amran Sulaiman sebagai Bapak Mekanisasi Pertanian Indonesia.

Ketiga, pada tahun 2024 ini, diperkirakan 9,5 juta ton pupuk bersubsidi akan tersalurkan kepada para petani yang berhak. Pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 28 triliun.

Persoalan pelik yang terkait dengan pupuk bersubsidi selama ini adalah sulit dan berbelit prosedur bagi petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Handicap ini langsung diselesaikan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan penyederhanaan prosedur/ persyaratan. Petani cukup menunjukkan KTP sebagai identitas, sudah dapat memperoleh pupuk bersubsidi.

Keempat, berhasil memimpin Kementan mendapatkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK RI. Sebelumnya, hampir 10 tahun, Kementerian Pertanian Tidak pernah mendapat opini WTP. Saya saksi hidup betapa keras fighting jajaran Kementan yang dipimpin langsung Menteri Pertanian Amran berusaha menuntaskan semua Tindak lanjut yang direkomendasikan oleh BPK RI.

Akhirnya, secara clean and clear, Kementerian Pertanian memperoleh opini WTP. Saya sendiri bersama Tim Auditor menyerahkan langsung Laporan Hasil Pemeriksaan di Kantor Kementan, Ragunan, Jakarta, 24 Mei 2017. Prosesnya, semua berlangsung transparan, tanpa ada pertemuan “gelap dan setengah gelap”

Kelima, berhasil mengangkat kembali ‘marwah’ Kementerian Pertanian setelah terkena “prahara” pada medio Oktober 2023. Betapa beratnya “beban” yang ditanggung oleh jajaran Kementerian Pertanian saat itu: sampai-sampai seorang pejabat Kementan bercerita kepada saya ” malu pake seragam Kementan sekarang pak.” Namun, secara ‘calm’ tapi pasti, Menteri Pertanian berhasil mengembalikan kepercayaan diri, bahkan kebanggaan jajaran Kementerian Pertanian seperti sedia kala, jauh sebelum prahara.

Food estate, adalah sebuah kebijakan Pemerintah Indonesia yang dirancang dengan konsep pengembangan pangan secara terintegrasi. Secara tidak langsung, food estate juga merupakan salah satu upaya mengantisipasi penurunan jumlah lahan sawah di Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Menteri ATR No.686 tahun 2019, jumlah lahan baku sawah di Indonesia 7.463.987 hektar dengan jumah penduduk sekitar 280 juta jiwa. Kalau kita bandingkan dengan Vietnam yang berpenduduk 97 juta, luas lahan sawahnya 7,78 juta hektar, sedangkan Thailand dengan penduduk hanya 71 juta jiwa, luas sawahnya malah 8,67 juta hektar.

Bahkan, menurut Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (2016) kalau tidak ada upaya konkrit untuk mengendalikan luas bahan baku sawah pada tahun 2045, luas lahan sawah hanya tinggal 5,1 juta hektar. Menjadi sangat relevan upaya pemerintah terutama Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan untuk melaksanakan program food estate.

Dalam rangka merealisasikan program tersebut, Kementerian Pertanian dapat berkerja dengan pihak terkait lainnya, terutama Pengusaha Nasional yang Mampu dan mau diajak bekerja sama sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Tidak ada masalah untuk itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *