SUNGAIPENUH,GEGERONLINE.CO.ID-Ratusan pemilik kios di Kincay Plaza, Kota Sungai Penuh, kini tengah dilanda keresahan mendalam. Para pedagang dipusingkan dengan kebijakan wajib mengganti meteran listrik dari sistem pasca bayar menjadi pra bayar (token) dengan biaya mencapai Rp 1.500.000 per kios. Ironisnya, pembayaran tersebut harus dilakukan melalui sebuah biro berinisial D yang diduga salah satu oknum tim sukses Alfin-Azhar.
Kebijakan ini sontak menuai protes dari para pedagang. Mereka menilai aturan tersebut diterapkan secara mendadak, tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada para Pedagang. Akibatnya tak sedikit yang merasa keberatan, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang lesu dan penurunan daya beli masyarakat.
“Katanya kalau tidak diganti, listrik di kios kami akan diputus. Tapi biaya Rp1,5 juta itu sangat berat bagi kami. Sekarang pembeli sepi, kadang satu hari saja belum tentu balik modal,” keluh salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Keluhan serupa juga disampaikan pedagang lainnya. Mereka mengaku selama ini rutin membayar tagihan listrik setiap bulan melalui biro yang sama, atas arahan pengelola Kincay Plaza.
“Selama ini kami bayar listrik ke biro, katanya sudah termasuk biaya pemakaian. Tapi sekarang disuruh ganti ke token dan bayar lagi Rp1,5 juta. Kami jadi bertanya-tanya, uang yang kami setor tiap bulan itu sebenarnya ke mana?” ujar salah seorang pedagang.
Keresahan semakin memuncak setelah beredar kabar bahwa aliran listrik ke kios akan diputus apabila penggantian tidak segera dilakukan. Kondisi ini menambah tekanan bagi para pedagang kecil yang menggantungkan penghidupan mereka dari aktivitas jual beli harian di Plaza tersebut.
Menanggapi persoalan ini, Manajer PLN ULP Sungai Penuh, Eko Pitono, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya proses penggantian meteran di Kincay Plaza. Namun, ia menegaskan bahwa listrik di kawasan Kincay Plaza bukan merupakan aset PLN secara langsung.
“Selama ini listrik di kios pedagang tidak pernah dibayar ke PLN. Karena itu, kami mendorong penggantian ke sistem token. Namun perlu dipahami, listrik di Kincay Plaza bukan milik PLN, melainkan milik pengelola plaza,” jelas Eko.
Pernyataan tersebut justru menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Salah seorang aktivis lokal, Cecep, turut angkat suara dan mendesak adanya transparansi mengenai aliran dana dari pembayaran listrik yang selama ini disetorkan pedagang.
“Kalau memang benar listrik di Kincay Plaza bukan milik PLN, lalu selama ini uang tagihan listrik yang dibayar pedagang melalui biro itu ke mana? Ini harus diusut dan dijelaskan secara terbuka. Jangan sampai pedagang menjadi korban pungutan liar (Pungli) tidak jelas dasar hukumnya,” tegas Cecep.
Ia menambahkan, berdasarkan ketentuan umum PLN, proses penggantian meteran dari pascabayar ke prabayar seharusnya tidak dipungut biaya sebesar itu.
“Setahu saya, penggantian ke sistem token tidak dipungut biaya oleh PLN. Maka perlu ditelusuri, apakah biaya Rp1,5 juta yang dibebankan ke pedagang ini resmi atau tidak,” tambahnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pengelola Kincay Plaza maupun biro berinisial D yang disebut-sebut menjadi perantara pembayaran listrik. Para pedagang masih menunggu kepastian dan keadilan, agar kebijakan ini tidak menjadi beban tambahan kepada para Kepala Pedagang di tengah kondisi ekonomi yang sulit.(HM)