Catatan Catatan: Gafar Uyub Depati Intan
Sejak Pemerintahan Republik Indonesia (RI) menggelontarkan Dana Desa (DD) lima tahun sudah berjalan, kini memasuki tahun ke-enam dengan Nilai rata-rata perdesa Rp. 1.000.0000.0000,00,- (SATU Miliar Rupiah) ditambah ADD (Alokasi Dana Desa) sebesar Rp. 335.000.000,- perdesa berarti dalam satu tahun hampir setiap desa mendapat dana anggran pembangunannya Rp.1,3 Miliar lebih X 5 tahun berartu dana untuk pembangunan desa meningkat menjadi Rp. 6, 5 Miliar perdesa.
Bayangkan jika kepala desanya membangun secara benar sudah banyak sekali perubhan positif terjadi, bagi peningkatan fisik pembangunan, nonfisik, jika dilakukan dengan tanpa korupsi (Merampok uang rakyat)?.
Tak heran jabatan kepala desa sekarang jadi rebutan banyak pihak pada Pilkades, dan nilai kursi cukup tinggi. Para balon/ calon kepala desa terpaksa mengeluarkan banyak kocek upeti untuk Pilkades pada Pilkades desa tertentu, ada yang harus menghabiskan uang mencapai Rp 0, 5 miliar (lima ratus juta rupiah) karena ketatnya persaingan.
Politik uang (mony politik) tidak saja terjadi pada pemilihan jabatan yang lebih tinggi dan strategis misalnya Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di seluruh tanah air kita ini, Bupati, Walikota dan Gubernur sekedar mengingatkan kembali, tak pula heran jika yang terpilih terkadang bukanlah pemimpin yang amanah. Besarnya uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan jabatan, harus mereka kembalikan, banyak diantara mereka yang memanfaatkan jabatan yang ditengah dikuasainya.
Uang yang mereka gelontor pada masyarakat tak lain tujuannya, untuk memboyong masa memilihnya. Dan tak heran banyak kades terpilih setelah dilantik bupati/ kepala daerah masing-masing dan menjalankan tugasnya cenderung menyalahgunakan wewenang/ jabatannya untuk mendapatkan uang.
Sama halnya dengan kepala desa terpilih. Sejak dana desa (DD) digelontorkan pemerintah pusat RI, lebih Rp100 Trilyunan, ekonomi para kades meningkat tajam, kondisinya bisa dilihat dengan kasat mata para kades ada yang memiliki kendaraan roda empat sampai tiga dengan perkiraan harga diatas rata-rata Rp60.000.000,-, memiliki kebun/ ladang sampai dua bahkan ada yang tiga bidang dan seluruh anaknya memiliki alat komunikasi android tergolong canggih diatas harga Rp3.000. 000,-/ hp.
Sekedar mengingatkan kita kembali, inilah kondisi buram jalannya Pemerintahan, kita mulai dari tingkat desa sampai para kepala daerah. Dan tak heran pula disuguhkan pemandangan OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, dan Kepolisian Negeri pusat dan daerah.
Melihat jabatan Kepala Desa (Kades) saat ini, menjadi lebih strategis jika dimanfaatkan secara benar untuk membangun dan meningkatkan ekonomi masyarakat desa. Dan sebaliknya, bila dimanfaatkan bagi kepentingan pribadi/ keluarga, tak heran jika “ekonomi para kades nakal, meningkat tajam” dari sebelum menjabat kepala desa (kades).
Penghasilan para kades nakal, sejak dana desa digelontorkan pemerintah pusat lima tahun terakhir yang sudah lebih nilainya Rp6 miliar/ perdesa itu, kekayaan para kepala desa nakal, banyak yang melebihi kekayaan seorang Camat Kepala Wilayah masing-masing kecamatan di kabupaten/ kota, di dua provinsi bertentangga ini, (Bengkulu-Jambi).
Masyarakat di desanya masing-masing tahu persis kondisi riil, ekonomi kadesnya saat mencalonkan diri, didua Provinsi yang terpantau media cetak dan online diratusan desa, Jambi dan Bengkulu belum lagi yang tidak terungkap, kendati telah dilaporkan masyarakat kepada pihak kejaksaan dan polres masing-masing daerah.
Selain banyak yang berhasil mengubah dan membangun kepentingan masyarakat desanya lebih baik dari sebelumnya, sulit dipungkiri tak sedikit para oknum kepala desa, yang berurusan dengan pihak aparat penegak hukum bahkan banyak juga diantara mereka yang masuk bui jadi penghuni hotel prodeo, meminjam istilah Amir Syarif Wartawan senior di Bengkulu, dikutip kembali.
Akibat dugaan praktik KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme) banyak para kades di Provinsi Bengkulu dan Jambi yang meningkat kekayaannya dan sebagian berurusan dengan aparat penegak Hukum karena terlibat “merampok dana desa” (DD) dan alokasi dana desa (ADD) terungkap kepermukaan, secara riil dan nyata, dalam tulisan ini memang tidak dirinci satu persatu, karena jumlahnya cukup banyak dengan modus operandinya berbeda dan bervariasi.
Berkat kerja keras masyarakat yang anti korupsi, berharap Dana Desa (DD) untuk kepentingan yang lebih besar dan peduli terhadap penegakkan supremasi Hukum, melaporkan prilaku para kades nakal, langsung kepada aparat penegak Hukum Polres dan Kejaksaan setempat, sumber media Geger Online, Bidikelang Oposisi dan sejumlah media lainnya.
Yang dilaporkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) GASAK (Gabungan Aliansi Sakti) yang di pimpin M Sidik, SH di Kerinci, Jambi ke aparat penegak Hukum setempat. Dan tidak banyak yang terungkap sampai ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) setempat, bila dilihat dari jumlah penggunaan dana desa (dd) yang bermasalah (dugaan kkn), karena belum didukung dengan jumlah kerugian Negara hasil pemeriksaan Inspektorat yang dikendalikan dibawah Bupati/ Walikota Kepala daerah, masing-masing kabupaten/ kota, 9 kabupaten dan 2 kota di Provinsi Jambi dan 9 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Bengkulu.
Dengan jumlah puluhan desa bahkan ada yang sampai ratusan desa dalam satu kabupaten/ kota, berada jauh dari ibu kota kabupaten masing-masing. Faktor penyebab sulit pengungkapan kasus para oknum kades nakal didua provinsi tersebut, diduga belum seimbangnya jumlah penyelidik (pemeriksa) di masing-masing Inspektorat yang professional dan kuat menahan tekanan dari banyak sisi.
Sedangkan kepolisian dan kejaksaan sangat butuh hasil pemeriksaan yang akurat dari Inspektorat sebagai data pendukung yang sahih kuat dan benar. Sebagai bukti adanya dugaan korupsi didesa-desa yang bermasalah penggunaan dana desanya.
Dan faktor lain, ada kaitannya para oknum kepala desa (kades) menjadi alat politik kepala daerah yang menjabat dua periode, secara diam-diam menggunakan tangan kades sampai ketingkat rukun tetangga (RT), ini disinyalir terjadi di Pilkada Kerinci tahun 2018 silam, dan telah ditulis sejumlah media cetak dan online.
Faktor penyebab lainnya, BPD (Badan Permuyawaratan Desa) wakil masyakat dimasing-masing desa adalah orang-orangnya kepala desa, bahkan ada keluarga dekat sang kades, sehingga tidak menjalankan tugas selaku BPD dengan benar dan professional, sebagai wakil masyarakat didesa.
Dan para ketua/ anggota BPD dimasing-masing desa selain adanya hubungan keluarga dengan sang kades, mereka sebelum menjabat sebagai ketua/ anggota BPD adalah kelompok pendukung kades pemenang Pilkades di masing-masing desa. Jabatan yang mereka peroleh dalam pemerintahan desa kebanykan jabatan balas budi.
Ini factor Exs, yang seharusnya tidak terjadi. Faktor berikutnya rendahnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki BPD disetiap desa, mereka kebanyakan batas berpendidikan SLTP (tingkat pertama), tidak mampu menguasai dan membaca ketentuan-ketentuan penggunaan dana desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Faktor prinsip lainnya untuk meredam terungkap kejahatan penggunaan dana desa, para ketua/ anggota BPD masing-masing desa tidak di beri oleh kades, RAB (Rencana Anggaran Biaya) pembangunan desa, jadi para anggota BPD tidak tahu dan tidak mengerti apa yang harus dipantau dan mereka periksa, ini salah satu kelicikan para oknum kades nakal, sehingga kasusnya sulit terungkap secara transparan.
Padahal tindakkan para oknum kades nakal di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi telah didemo berulangkali oleh masyarakat masing-masing desa ke Pemda, Kejaksaan dan Polres setempat yang intinya agar dana yang dikucurkan Negara di selamatkan untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat yang lebih besar, bukan hanya meningkat kan ekonomi para kades nakal dimaksud.
Ini harus disadari oleh kita semua, terutama masyarakat di masing-masing desa, jika kades terpilih dan terlantik menang dengan mony politik (politik uang), jangan disesali karena yang memilih masyarakat desa itu sendiri secara mayoritas, sehingga terpilih.
Ditunda: Pilkada (Pemilihan Kepala daerah) dan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) terpaksa ditunda sampai 2021 (tahun depan), karena kita menghadapai dampak dari serangan VIRUS CORONA (COVID19) yang mematikan itu, sejak awal tahun 2020 ini, bagi kita semua cukup panjang waktu untuk membaca dan menilai bakal calon (balon) Bupati/ kepala daerah dan Bakal Calon Kepala Desa (didesa) masing-masing.
Keyakinan atas kemampuan, kejujuran, dan keberanian balon untuk memperjuangkan pembangunan masing-masing daerah dan desa, bila mereka terpilih nantinya, ini hak masyarakat secara berdaulat untuk memberikan penilain pada para balon baik untuk jabatan Bupati/ kepala daerah maupun untuk jabatan para kepala desa, yang belum melakukan Pilkades.
Masyarakat harus secara jujur mengubah cara berfikirnya, jika masing-masing balon memberi uang (mony politik), pilihlah yang anda anggap terbaik dari yang baik, “hak masyarakat jika diberi uang, silakan diambil tapi jangan pilih orangnya.”
Karena praktik politik uang, sudah bukan rahasia umum lagi. Tinggal penilaian dan keyakinan masyarakat terhadap para balon, yang dinilai baik, mampu atau tidak mampu membangun untuk masyarakat. Karena kita Negara demokrasi (bebas) menyatakan pendapat dan memilih. ( R/B07eO/ +_ ): Gafar Uyub Depati Intan