Mau Lihat Kolam “Tanpa Air” Datanglah Ke Lebong

Ket Foto: Dok diambil 21 Juni 2020

Sudah tidak hal aneh lagi, di Kabupaten Lebong, Provinisi Bengkulu jika banyak kolam ikan tanpa air, bahkan UPT BBI (Unit Pelaksanaan Teknis Balai Benih Ikan), tempat pengadaan bibit ikan unggul, tanpa air yang cukup, kering, bahkan ada yang menyebutnya “kering kerontang” yang dikendalikan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Lebong.

Sedangkan anggaran dikucurkan dari Pemerintah, jika tiga puluh tahun silam Lebong terkenal dengan ikan emasnya, tapi kini semenjak daerah ini depinitip, diresmikan 7 Januari 2004 berdasarkan UU nomor 39 tahun 2003, justru Lebong hanya tinggal nama, masyarakat Lebongpun kesulitan mencari Ikan emas.

Bacaan Lainnya

Diatas kertas bisa saja Pemerintah daerah Kabupaten Lebong menulis pembinaan petani ikan berhasil, tapi sulit menjawab fakta dilapangan UPT-BBI, tanpa air dan terbengkalai.

Seharusnya ketika kita bicara BBI, kolam, daerah irigasi, PDAM, sungai, berarti kita mengutamakan airnya terlebih dahulu ada apa tidak. Jika ada cukup apa tidak?

Bukan hanya berfikir membuat kolam (menggolkan proyek) yang bagus dengan menghabiskan anggaran miliaran rupiah yang dikucurkan Pemerintah, baik bersumber dari DAU (Dana Alokasi Umum) APBD Lebong, APBD Provinsi dan atau bantuann dari DAK (Dana Alokasi Khusus) APBN, setelah kolamnya ada, tidak terawat secara benar, bahkan justru tanpa air.

Demikian juga dengan kepentingan pembangunan lainnya, yang menggunakan air seperti dijelaskan diatas tadi. Jika di daerah lain terasa aneh, jika ada BBI (Balai Benih Ikan) tidak cukup air, apa lagi tanpa air, tapi tidak di Lebong?

Didaerah ini bukannya krisis sumber air, tapi krisis tanggungjawab dari dinas pertanian dan perikanan, sehingga muaranya Lebong krisis ikan. Sekedar mengingatkan kembali kasus kegiatan perikanan Lebong tahun anggaran 2017 silam sudah dilaporkan ke aparat penegak Hukum, namun belum dituntaskan, ada apa..?

Untuk kebutuhan masyarakat Lebong suka tidak suka terpaksa ikan didatangkan dari luar Kabupaten Lebong. Padahal daerah ini pernah menjadi produsen ikan mas terbesar dan terbaik dimasa lampau.

Tiga puluh tahun silam, Lebong hanya berstatus kecamatan Lebong Selatan dan Lebong Utara bagian dari Kabupaten Rejang Lebong (Induk) saat itu.

Dan teknologi pembinaan petani Ikan serta sumber dananya sangat terbatas, justru Lebong salah satu sumber Ikan Mas terbaik dan terbesar di Provinsi Bengkulu, tapi semakin ironis sejak Lebong menjadi kabupaten depinitip, 7 Januari 2004 justru jauh tenggelam dari pembangunan sebelumnya, khusus di sektor pertanian dan perikanan.

Keberadaan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Balai Benih Ikan (BBI) yang berlokasi di Desa Nangai Tayau, Kecamatan Amen, Kabupaten Lebong, seharusnya mampu mendongkrak ekonomi masyarakat para petani ikan, apalagi kantor pelayanan tersebut merupakan kepanjangan tangan dari Dinas Pertanian.

Lagi-lagi terbengkalai, hal menjadi catatan buruk pengelolaan BBI Nangai Tayau dibumi Swarang Patang Stumang, bahkan para petani ikan, jika mereka memerlukan bibit ikan lebih senang belanja keluar Lebong untuk mendapatkan bibit ikan yang baik dan berkualitas.

Merosotnya pengembangan dan pembinaan petani ikan di Lebong, ini disebabkan rendahnya perhatian Bupati/ Kepala Daerah Lebong, kebetulan asli putra daerah, yang dijabat Rosjonsyah sudah dua periode, dan kini tinggal hitungan bulan akan berakhir diawal tahun 2021, dengan diabaikannya BBI Nangai Tayau (dibiarkan terbengkalai) tak heran menambah daftar panjang aset daerah Lebong yang terlantar seperti pusat olah raga Lebong GOR (Gedung Olah Raga) di Tes Lebong Selatan, Sarana Olah Raga di Tunggang Lebong Utara dan Bundaran Simpang Empat menuju kawasan perkantor di Taba Atas (Tubai).

Sebagai daerah baru, aset yang banyak terlantar itu UPT-BBI Nangai Tayau, bahkan ada yang sudah tumbuhi rumpuh liar, begitu juga diarea dalam BBI. Ironisnya lagi banyak gedung BBI tak terurus dan kondisinya cukup memprihatinkan. Dan hebatnya ada yang ditanami ubi kayu (Singkong) oleh masyarakat setempat, dari pada tidak sama sekali.

Edwar Mulfen Ketua Garbeta Lebong menanggapi persoalan BBI Nangai Tayau yang terbengkalai dan dibiarkan terlantar mengatakan, ini merupakan salah satu aset pemkab Lebong yang terbengkalai, artinya satu catatan kegagalan Pemerintahan Bupati Rosjonsyah dan dinasnya di sector perikanan dan olah raga, karena sarananya secara fisik tidak ditangani dimasa dua periode Rosjonsyah menjabat Bupati Lebong.

“Sudah bisa dipasti Bupati Rosjonsyah tidak tertarik dengan pengembangan ikan, ini catatan buruk untuk petani ikan kita di Lebong, kita yang wirausaha ikan harus mengeluarkan ongkos yang tinggi membeli benih ataupun bibit ikan keluar daerah. Jika BBI itu difungsikan akan mengurangi biaya tinggi untuk petani ikan,” kata Edwar Mulfen.

Dikatakan Edwar Mulfen, sangat menyayangkan aset yang dibangun masa Dalhadi Umar tidak terawat dan rehab, apalagi mau difungsikan. Parahnya lagi, Kepala Dinas pertanian adalah adik kandung Bupati Rosjonsyah yang tidak ada memiliki prestasi yang menonjol bidang pertanian. Namun tetap dipertahankan yang sudah menjabat kadis pertanian dan perikanan bertahun-tahun hingga kini.

“Semoga harapan kita Bupati Lebong terpilih kedepan bisa memasukan program BBI didalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), untuk menghidupkan kembali petani ikan,” harapnya.

Ditambah Edwar, akhirnya kita beropini, bahwa Bupati Rosjonsyah dan Dinas pertanian memang tidak memiliki kemampuan untuk mengurusi aset BBI, dan lainnya.

“Kita melihat ketidakmampuan menjaga dan memelihara aset dan apa lagi mau dikembangkan, bayangkan sudah dua priode, mana pikiran pemegang kebijakan untuk masyarakat,” tegasnya.

Dari pengamatan dilapangan, apa yang telah terjadi jangan terulang lagi dimasa mendatang, ditangan Bupati Lebong terpilih dan terlantik nantinya, kini kita berada ditahun politik, bulan desember nanti kita akan Pilkada serentak termasuk Kabupaten Lebong.

Laporan: Tim Wartawan Gegeronline

Editor: Gafar Uyub Depati Intan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *