Kebebasan Pilkades Harus Berjalan Tanpa Dendam

Ket Foto: Gafar Uyub Depati Intan dan Zoni Irawan

Catatan Yang Terabaikan: Gafar Uyub Depati Intan – Zoni Irawan

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), tak jauh beda dengan Pilkada  (Pemilihan Kepala Daerah) untuk merebut jabatan Bupati, Walikota dan Gubernur Kepala Daerah. Dan yang membedakan jika di Pilkada harus mendapat rekomendasi dari partai pengusung dari partai politik yang memiliki wakil di DPDR setempat, Kabupaten, Kota dan Provinsi sesuai dengan jumlah kursi.

Bacaan Lainnya

Kini dengan mempersyaratkan pengusung 5 kursi, 6 kursi dan 9 kursi tergantung jumlah anggota DPRD disetiap daerah. Singkat cerita di Pilkades, tidak dipersyaratkan. Para cakades (Calon Kades), lebih longgar dan bebas mencalonkan diri sepanjang memenuhi syarat yang diharuskan.

Dalam kebebasan masyarakat pemilih dalam pilkades, bebas menyatakan hak pilihnya secara langsung, bebas dan rahasia didalam bilik suara (tempat mencaplos), rahasia, hanya yang tahu adalah sang pemilik suara.

Bukan siapa-siapa? Jadi yang di maksud dengan rahasia, terjaminnya hak pemilik suara untuk memilih calon mana saja, misalnya calon “a, b, c, dan d” sesuai penilaian dan keyakinan hati nurani pemilik suara menggunakan secara Independen, dan professional dan sama sekali tidak di intervensi oleh pihak manapun.

Berdasarkan data dalam pilkades, baik di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang sudah selesai di tahun 2019/2020, dan akan berlanjut di sejumlah desa 2021 yang akan datang, jangan ada lagi peristiwa kelam seperti kasus Pilkades Desa Tanjung Genting Mudik, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi yang mengarah pada tindak Pidana Kriminal.

Selesai pilkades, dilantiknya kades terpilih oleh Bupati Kabupaten Kerinci, terjadi pengrusakan pembakaran pondok dan rumah warga di sejumlah desa antar pendukung masing-masing calon, hentikan dan enyahkan untuk selamanya.

Dan kades terpilih dan terlantik salah satu kunci menciptakan perdamaian, cepat-cepatlah melakukan konsilidasi (perdamaian) antarpendukung.

Hapus dan lenyapkanlah egoisme masing-masing pihak, segeralah bangun kebersamaan untuk kepentingan yang lebih besar, bagi masyarkat Desa Tanjung Genting Mudik, bukan kepentingan kelompok, individu dan kepentingan keluarga kades terlantik.

Jalannya pemerintahan desa dan Pembangunan kedepannya semata kepentingan masyarakat Tanjung Genting Mudik. Bukan kepentingan siapa-siapa?

Kericuhan terjadi pada pilkades lampau di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, adalah sebuah ujian yang sudah terjadi, kedepannya jangan sampai terulang kembali. Pilkades harus tanpa dendam atas segala bentuk ketidak adilan.

Dari pengamatan dilapangan, pilkades kedepanya harus berjalan bebas, adil dan aman, jangan ada lagi intervensi dan cara-cara kekeran dalam pelaksanaannya. Bangunlah kebebasan untuk masyarakat menentukan hak pilihnya, hentikan tindak pemaksaan oleh masing-masing tim sukses Cakdes (Calon kepala desa) untuk keluar sebagai pemenang.

Tindakan ini bisa terjawab apa bila tim sukses, panitia pemilihan tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten berlaku jujur dan tidak melakukan intervensi pada salah Cakades sebagai peserta (kontestan) pilkades di masing-masing desa yang melaksanakan pilkades.

Kasus pilkades, tidak saja terjadi dan mewarnai sejumlah Pilkades di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi, hal yang hampir serupa juga terjadi di Provinsi Bengkulu yang berhasil dipantau tim reporting Gergeronline dan Catatan Terabaikan.

Perdamaian itu, akan mampu kita ciptakan bersama, pertama kades terpilih harus memayungi semua pihak dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan membangun desa.

Dan siap menerima kritik dari warganya. Dan jangan lagi membuka lembaran hitam pasca pilkades, kelompok pendukung dan anti pendukung terhadap kades terpilih.

Dan tunjukanlah leadership (kepemimpinan) yang bertindak adil, untuk kepentingan semua pihak (masyarakat Desa Tanjung Genting Mudik), demikian juga sejumlah desa lainnya.

Konsulidasi harus melibatkan semua pihak, para tokoh Independen, kaum adat, agama, cendikiawan, akedemisi, para pemuda, menyatakan pendapat damai berdampingan. Dan mengubah paradigma berfikir untuk membangun kepentingan yang lebih besar kedepannya.

Untuk melakukan konsulidasi, dan melahirkan hasil maksimal “damai dan berdampingan, tanpa dendam” dengan meminjam istilah Jeput yang tertinggal, ajak yang merasa terabaikan, rangkul para pemarah, selamatkan kaum marjinal, bantu kaum tak berdaya lansia (lanjut usia), kaum miskin (hidup digaris kemiskinan) apa lagi sangat miskin dan kaun yatim dan piatu.

Untuk menyatukan pendapat, harus diterima masukan dan kritik semua pihak untuk melahirkan solusi (jalan keluar) menuju perdamaian dan hidup berdampingan satu sama lainnya ditubuh antar pendukung.

Peran kepala desa terlantik, harus menjadi pusat “kebenaran dan keadilan” bukan menjadi pusat kekuasaan. Jika praktik dan tindakan Pemerintahan desa bersama perangkatnya menjadi pelayan bagi rakyat, maka kedamaian itu akan lahir dengan sendirinya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *