Skenario Adu Kambing dalam Pilwako Sungai Penuh

Ket Foto: Oga Gandradika Oktavora, SE

Oleh: Oga Gandradika Oktavora, SE

Pemilihan kepala daerah bukan pesta. Momen ini adalah pertarungan. Jargon-jargon pemilu sebagai pesta demokrasi ini cuma diembus-embuskan oleh penyelenggara seperti KPU, dan lembaga lembaga lainnya saja. Namun bagi para kandidat, pilkada (pilwako) adalah pertarungan. Perebutan tahta dan kuasa. Pertaruhan nama besar, keluarga, koneksi dan gengsi.

Bacaan Lainnya

Milyaran uang yang digelontorkan oleh para kandidat untuk naik ke gelanggang, kok, cuma dianggap pesta-pesta. Itu cuma basa-basi politik saja. Sejatinya ini adalah pertempuran hidup mati, dalam arti yang mendekati sebenarnya.

Dalam banyak pertempuran, mengalahkan lawan sebelum bertarung adalah strategi awal memperbesar peluang kemenangan untuk pertarungan berikutnya.

Menjegal lawan, dengan cara “memborong partai” agar rival tak mendapat rekomendasi partai lainnya, sehingga tak bisa mendaftar ke KPU, adalah awal dari pertarungan itu sendiri. Pertempuran di luar gelanggang. Pertarungan di luar tahapan pemilu. Dan jangan heran, terompet perang itu sesungguhnya telah ditiup sejak dini. Sejak dimulainya lobi-lobi dan transaksi.

Dengan demikian, skenario adu kambing dua pasang dalam Pilwako Sungai Penuh, merupakan langkah taktis yang harus dilakukan oleh kandidat mayor. Kandidat yang berpeluang menguasai suara partai di parlemen. Kandidat yang berpeluang meraih suara di atas 20 persen syarat minimal untuk mendaftar ke KPU.

Sebaliknya, skenario Empat pasang dalam Pilwako Sungai Penuh ini cuma ditiup-tiupkan oleh kandidat minor, kandidat yang tidak memiliki peluang untuk meraih suara di atas 20 persen dari kursi di parlemen. Skenario yang diembuskan oleh tim hore sang kandidat. Sebagai penghibur hati saja. Kandidat ini adalah kandidat yang tidak mungkin bisa mengalahkan lawan sebelum bertarung. Kandidat yang pesimistis.

Skenario adu kambing dua pasang harusnya dijalankan oleh seluruh kandidat. Sebab, empat terlalu banyak, tiga berbahaya. Namun uniknya, bertarung sendirian (melawan kotak kosong) justru lebih beresiko. Biaya operasionalnya jauh lebih besar. Skenario adu kambing, justru memperbesar peluang menang bagi kandidat.

Pilwako Sungai Penuh 9 Desember 2020

Adu kambing dalam Pilwako Sungai Penuh sangat mungkin terjadi antara pasangan Fikar Azami – Yos Adrino dengan Ahmadi Zubir dan Hardizal. Artinya dua pasang kandidat lain tersingkir sebelum bertarung. Tidak masuk final. Patah di tengah jalan. Tak mendapat dukungan partai. Suara tak cukup.

Analisa ini muncul sejak terbitnya rekomendasi PDI Perjuangan ke pasangan Ahmadi Zubir – Hardizal. Sampai saat ini, pasangan ini sudah mengantongi 5 kursi.

Kalau pasangan Fikar Azami – Yos Adrino, kita sudah tahu sejak lama, kursinya cukup, bahkan berlebih. Fikar Azami – Yos Adrino telah memiliki 16 kursi. 6 Demokrat, 3 PAN, 3 Hanura, 2 PKS, 1 PKB, 1 Golkar. Nasdem yang kabarnya akan mengeluarkan rekomendasi dimana Ketua DPC Nasdem adalah ibu kandung dari Fikar Azami, kalau seandainya rekomendasi Nasdem keluar, pasangan Fikar – Yos akan memiliki 18 Kursi.

Sementara Pasangan Pusri Amsy – Alvia Santoni yang selama ini gencar bersosialisasi ditengah masyarakat Kota Sungai Penuh sampai saat ini belum bisa mendapatkan rekomendasi dari partai.

Tak ubahnya seperti pasangan Pusri Amsyi – Alvia Santoni, pasangan Zulhelmi – Arfensa sampai saat ini juga belum bisa meraih simpati dari partai untuk mengeluarkan rekomendasi, Zullhelmi yang notabennya saat ini adalah Wakil Walikota yang masih menjabat.

Penulis adalah wartawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *