Indonesia Punya, Ratusan Ribu Orang Mampu Tapi, “Sedikit Yang Punya Komitmen”

Ket Foto: Zoni Irawan Pimpinan Perusahaan dan Gafar Uyub Depati Intan, PT. Media Geger Nusantara.

Oleh: Gafar Uyub Depati Intan, Mantan Ketua DPD KWRI Provinsi Bengkulu 2004-2007

Republik Indonesia, yang lebih dikenal dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, berpedoman/dengan palsapahnya Panca Sila/UUD 1945, melahirkan Negara kuat, kukuh, bersatu untuk selamanya. Dan punya ribuan orang ber-sdm mampu, tapi sedikit “yang punya komitmen” disegala bidang pembangunan untuk mencapai masyarakat adil makmur (makmur berkeadilan), sampai saat ini kita masih menghadapi berbagai masalah terutama kesulitan ekonomi?.

Bacaan Lainnya

Secara topografis daerahnya terdiri dari 17 ribu lebih pulau, laut dan pantainya terpanjang membentang luas dari Sabang sampai Marauke, memiliki penduduk terbesar keempat didunia lebih kurang 265 juta jiwa, memang sulit mengurusi dan menyelesaikan masalah didalamnya, dengan suku, ras, agama, budaya dan golongan, sangat majemuk, mampu dipersatukan dalam NKRI oleh para pendiri, pejuang republik ini.

Bumi dan alamnya terkenal kaya dengan endapan perut buminya, berupa: emas, batu bara, gas, uranium, lautnya indah mempesona, kaya dengan Ikannya, dan lain-lainnya.

Namun dibalik semua itu, kita harus berani jujur masih puluhan jutaan warga NKRI, hidup dibawah garis kemiskinan.

Ini bukan tidak diperjuangkan untuk bisa hidup makmur dan sejahtera, dengan meminjam istilah, “makmur berkeadilan, adil dalam kemakmuran”.

Perjuangan telah dilakukan sejak Presiden RI pertama, Soekarno, kedua Soeharto, ketiga BJ Habie-bibie, keempat Gusdur, kelima Megawati Soekarno Putri, keenam Susilo Bambang Yuhdoyuno (dua periode), dan ketujuh Jukowidodo, (sekarang).

Kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia, hanya tengah dalam proses menuju kemakmuran, belum dalam bentuk konriet (fakta). Kenapa ekonomi Negara kita belum bisa bangkit?

Sedangkan Indonesia yang kaya dan indah ini telah 75 tahun merdeka, yang diproklamirkan Soekarno-Hatta, namun merdeka dalam ekonomi (makmur berkeadilan) itu, masih dalam perjuangan proses dari satu presiden (pemimpin bangsa), ke pemimpin lainnya. Entah ditangan pemimpin yang mana masyarakat kita Indonesia akan merasakannya?

Ini level perjuangan ditingkat atas (elite), dalam bernegara dan berbangsa, suka tidak suka kita harus jalani apa adanya, (rasakan suka dan dukanya), inilah Indonesia yang kita cintai ini. Kita wajib bersyukur kepada sangpencipta, bahwa tidak ada kekuatan yang lebih, terkecuali atas kehendaknya.

Lalu berjuta pertanyaan muncul, apa lagi dari masyarakat awam Indonesia, apanya yang salah di negeri ini? Sangat sulit dijawab, karena kita Negara besar, penduduk besar, permasalahannya besar, dan kita tidak banyak punya orang-orang besar, apa lagi berjiwa besar.

Dalam membangun dan melaksanakan kebebasan berpendapat, memberi masukan pada Pemerintah untuk kepentingan kemajuan Negara, sudah banyak mulai dari masyarakat sampai kewakil rakyat di DPR, ditengah kemerdekaan menyampaikan pendapat, sudah banyak tukang kritik yang dipenjarakan ditengah kita memahami dan mengamalkan kebebasan berpendapat.

Ini semua sangat tergantung siapa yang berkuasa, dengan memegang jabatan Presiden? Sangat tergantung dengan karakter pemimpinnya.

Ditengah masyarakat kita mengeluhkan kesulitan ekonomi, dengan mengatakan kini ekonomi kito sakit nian artinya (sekarang ekonomi kita sakit benar), suara ini terus berkomandang kalau kita ngopi di kedai-kedai kecil, dipekan-pekan (balai transaksi) dari kebun (ladang) di Desa dan Kecamatan.

Dan jika di Kota-Kota besar, tentu diwarung emperan, dalam pergaulan sehari kita dapatkan cerita minor dan sedih itu kita dapatkan dari kaum marjinal Kota dan pedesaan (miskin) atau termiskinkan oleh sistem, atau kebijakan yang tidak pas.

Ditengah kesulitan yang amat padat (mendesak) untuk memenuhi hajat hidup setiap warga NKRI harga mati ini, memenuhi kebutuhan makan tiga kali sehari dengan lauk pauk yang layak (cukup) belum bisa terpenuhi untuk setiap jiwa warga Negara.

Bahkan ironisnya, masih banyak warga Negara kita ini, yang tidak bisa makan tiga kali sehari, apa lagi menambah snec dengan makanan yang sehat, bergizi.

Sebagai warga Negara, (non duduk dipemerintahan), seperti penulis naskah ini, juga menanya diri pribadi terlebih dahulu, saya harus berbuat apa dalam bernegara, berbangsa, dan telah berbuat apa untuk Negara?.

Ternyata, juga sulit memberikan jawaban yang bermanfaat bagi kemaslahan lingkungan hidup saya, apa lagi untuk orang banyak.

Namun, saya sadar, telah diberi oleh tuhan yang maha kuasa, anugerah besar akal, hati, nafsu, dan kesehatan, tinggal bagaimana menggunakannya agar dapat  bermanfaat bagi orang lain?.

Karena saya telah memilih profesi Wartawan (Jurnalist), atau kulitinta maka saya merasa berkewajiban menyampaikan setiap informasi dari suatu peristriwa dilingkungan, Desa dan Kecamatan (dimana tempat) peristiwa terjadi, informasi yang berkembang, yang saya dapatkan untuk disampaikan pada publik.

Terlepas suka tidak sukanya, mungkin ada yang merasa sangat terganggu, harus saya sampaikan apa adanya, tidak mengada-ada, apa lagi merekaya untuk berbohong, atau info (hoaxs), demi kepentingan pribadi. Tidak sama sekali.

Kembali pada pertanyaan masyarakat, kenapa kemiskinan terus mendera dan ekonomi kita semakin sulit, dan apanya yang salah di Negeri ini?.

Pemerintah telah mendapat masukan dari banyak pihak dan punya tenaga ahli dibidangnya masing-masing yang dibiayai kinerjanya dari keuangan dan anggaran Negara, namun kondisi ekonomi kita masih sakit kesulitan masih mengental hingga kini.

Ditengah kesulitan menjawab pertanyaan itu, saya terbaca sebuah Iklan gratis disebuah media Online yang terpasang sudah menahun berbunyi, “Banyak orang gagal bukan karena tidak mampu, melainkan tidak punya Komitmen” Zoni Irawan.

Sebagai penulis/Wartawan timbul rasa penasaran yang tinggi untuk rasa ingin tahu, apakah Iklan ini palsu (benar) dipasang resmi pada media tersebut, lalu saya mencari tahu siapa, “Zoni Irawan” itu?.

Sekitar awal Mei 2017 silam saya bertemu pertama kalinya sosok seorang Zoni Irawan di Desa Belui Jalan-Koto Majidin (Belui Tinggi), Kecamatan Depati VII ternyata Zoni Irawan itu memang ada, kebetulan ia pemilik salah satu media lokal di Kabupaten Kerinci, Jambi. Dan membenakan Iklan gratis itu.

Memasuki tahun keempat, tepatnya, (09/09/2020) saya kembali menanyakan pada yang bersangkutan kali ini via sambungan telephone jarak jauh, Zoni kembali menjelaskan, “apapun yang diprogramkan untuk kepentingan masyarakat, jika tidak punya komitmen, sulit akan terwujud bahkan kebanyakan gagal, katanya”.

Karenanya, lanjut Zoni, tidak punya komitmen sama artinya tidak punya tanggungjawab dan sukanya berbohong, orang bilang sekarang “hoaxs” (berita bohong), ujarnya.

Dari penggalan kalimat dan pendapat saudara Zoni Irawan, saya kian penasaran melihat fakta terhadap kesulitan masyarakat (kesulitan) kita semua disektor ekonomi ditanah air kita ini, saya kian semangat dan teraspirasi menulis dan menulis lagi, “apa yang saya lihat, dengar dan apa lagi turut merasakan” harus saya tulis dan sampaikan kepada pembaca, kendati banyak yang tidak suka.

Menurut Zoni, coba simak dan amati secara cermat apa yang tengah berkembang saat ini, cerita kesulitan ekonomi sangat dominan, dirasakan masyarakat dari menengah kebawah sampai pada tarap saudara kita sangat miskin, jelas merasakan hal ini, paparnya.

Jadi apa yang harus dilakukan tanya saya pada Zoni? Zoni, mengatakan tidak banyak, hanya sebuah komitmen (memenuhi janji), apa lagi janji dari seorang pemimpin, janji para Ketua organisasi yang diharapkan masyarakat dapat dipenuhi.

Karena janji-janji mereka dapat dipercayai (dipegang) dan tidak akan berdusta apa lagi berkhianat. Tapi, lanjut Zoni bertolak belakangan dengan kenyataannya, kenapa terjadi kegagalan itu “karena tidak punya komitmen, yang terjadi hanya kebohongan”:

Lihat saja dalam masalah organisasi diluar Pemerintahan, masih banyak kita temukan para Ketua/pengurus organisasi mengkhianati sendiri marwah roh perjuangan kelahiran organisasinya, mulai dari organisasi kemasyarakatan (ormas), OKP, Kemahasiswaan dan kelompok tertentu bahkan partai politik sering terjadi cekcok (keributan), ini dilatar belakangi karena tidak punya komitmen (tanggung jawab) sesuai apa yang amanah dan amanatkan dari kelahiran marwah roh organisasi, tidak dijalankan sesuai janjinya.

Sebagai mantan Ketua DPD-KWRI Bengkulu, dimana ditingkat pusat KWRI adalah salah satu pelopor kelahiran Pers Reformasi Indonesia dibidang Pers. KWRI lahir 22 Mei 1998 setelah kejatuhan rezim orde baru (orba), lahir bersama sejumlah organisasi Wartawan lainnya.

Dan KWRI salah satu penanda tangan KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia) bersama 28 organisasi Wartawan lainnya di Bandung, cikal bakal menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dipakai saat ini.

Dalam perjalanan roda organisasi dari 1998 hingga 2020 ini, masih diwarnai perbedaan pandangan antar pengurus organisasi penerusnya.

Apa lagi sejak Kongres Luar Biasa (KLB) KWRI Pondok Gede Jakarta 2006 silam, dan hampir berbarengan pelaksanaannya dengan Kongres KWRI Solo, ketika itu melahirkan dualisme kepemimpinan KWRI secara nasional, hasilnya KLB Pondok Gede memilih Tuntra Meliala, Solo Ozzy Sulaiman Sudiro.

Tapi, sayang KLB Pondok Gede. Dengan Ketuanya Tuntra Meliala, redup hingga kini. Bahkan terjadi cek-cok ditubuh mereka sendiri.

Yang berjalan hanya hasil Kongres Solo, dibawah ketuanya Ozzy Sulaiman Sudiro, hingga kini akan dilakukan Kongres atau Kongres Luar Biasa (KLB), kembali belum tahu secara pasti…?

Dua kelompok ini, masih bersatu dalam pandangan hingga kini. Secara mayoritas KLB KWRI Pondok Gede, diisi para Jurnalist yang punya komitmen terhadap Pers Perjuangan dan Pers Perlawanan, kata Sahat Tambunan Pemimpin Redaksi Koran Monitor Nusantara, via telephone cellularnya, Kamis (09/09/2020) kepada penulis.

Menurut Sahat Tambunan, bagaimanapun sulitnya kita akan perjuangkan terus menerus agar marwah roh KWRI yang dicanangkan para pendahulu kita ditahun 1998 silam, harus dilaksanakan.

Kini apakah diadakan Kongres, atau Kongres Luar Biasa (KLB) kembali, saya akan lihat dulu perkembangan terkini, ujarnya.

KWRI harus dikembalikan marwah roh perjuangan kelahirannya dan diteruskan oleh generasi muda KWRI.

Belum bersatunya dua kubu berseberangan itu, tak lepas ada benarnya pendapat saudara Zoni Irawan, “Banyak orang gagal bukan karena tidak mampu, melainkan tidak punya Komitmen” (Zoni Irawan).

Pertanyaanpun masih berlanjut ditubuh Pers reformasi, kenapa perbedaan cukup kental belum berhasil mencair (damai), bersatu? Karena kedua belah pihak belum melaksanakan komitmen yang kuat, sebagaimana diamanatkan dalam AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) serta Petunjuk Organisasi (PO).

Untuk membangun KWRI yang kuat dan kokoh, harus melaksanakan komitmen (memenuhi janji), tidak berbohong apa lagi merekayasa keadaan, diluar ketentuan berlaku.

Ozzy Sulaiman Sudiro, Ketua Umum DPP KWRI, kepada penulis via sambungan telephone jarak jauh mengatakan, saya baik secara pribadi maupun sebagai Ketua siap melakukan koorndinasi dan duduk satu meja dengan semua pihak, membahas dan membicarakan solusi (jalan keluar terbaik), tapi jangan lupa tetap berdasarkan AD/ART dan PO, jelasnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *