Belajar Saling Memaafkan

Ket Foto: Ilustrasi gambar, Subaidah dok net. “Jikapun harus membeli sebuah cinta, tapi kurasa tidak semua wanita penjual cinta” (Ws Rendra).

Cerbung: Gafar Uyub Depati Intan

Bagian Kedua

Bacaan Lainnya

Ratu Subaidah, memang ratu kecantikan dikampungnya di Desa Tepian Singgah Rantau Sikato, dikaki Bukit Sigi Puncak Andalas Sumatera, ia harus menjadi Kepala keluarga dalam status gadis untuk menghidupi ayah, ibu dan tiga adiknya yang masih sekolah, semua beban harus dipikulnya.

Dengan usaha dari kebun Kopi tua peninggalan sangkakek, (Nyantan), sebutan dalam bahasa orang Bukit Sigi kata Subaidah disuatu hari (Selasa), pada Hendra yang sudah dianggap sebagai kakaknya tempat Ia curahan hati (Curhat), dikala kesulitan mendera ekonomi menghimpit.

Hendra, terus mensupport perjuangan Subaidah, yang panjang dan melelahkan itu. Sabar iya dek, perjuanganmu itu muliya disisi tuhan. Kamu, menyelamatkan jalan kehidupan banyak orang, ayah, ibu dan tiga saudaramu yang butuh kehidupan, abang tahu semuanya sangat berat dilakukan setiap waktu.

Karena roda kehidupan bergerak tanpa batas, sepanjang kita masih bernyawa kata Hendra, seraya memandang gadis cantik, berlesung pipit itu.

Subaidah terdiam, tak menjawab sepatah katapun. Ia, hanya menganggukan kepalanya, pertanda membenarkan nasehat Hendra.

Subaidah, lalu membuka suara setelah menahan haru beberapa menit berlalu, Ia mengatakan ini hari Selasa Bang Hend, begitu ia memanggil Hendra dengan sapaan Bang Hend. Iya, ada apa dek, Tanya Hendra?

Hari ini Selasa, dikampung ini masyarakat menyebutnya hari Balai, hari transaksi para petani yang membawa Kopi dan hasil bumi lainnya kepasar terdekat untuk dijual.

Ayo-ayo kita berangkat, Subaidah bersama Hendra bergandengan membawa kopi menuruni jalan berliku, kadang menanjak tajam, tak heran jika perjalanan nan licin apa lagi ketika hujan turun, untuk mencapai jalan poros utama menuju pekan harus ditempuh dalam waktu tercepat 45 menit, untuk mendapatkan Angdes (Angkutan Desa) menuju Balai Selasa.

Dari menjual hasil-hasil bumi kata Subaidah, kita bisa belanja membeli beras, minyak, ikan asin dan lain sebagainya kebutuhan keluarga dari pekan kepekan hal ini dilalui Subaidah menahun lamanya.

Tak terasa waktu berjalan tajam, sepuluh tahun kemudia, tiga adik Subaidah sudah menamatkan bangku sekolahnya SLTA.

Dan ketiganya, M. Nasib, Kukuh dan Galah, sudah bisa membantu usaha keluarga. Namun, lanjut Subaidah beban masih berat dirasakan, karena sang ayah sakitnya semakin berat, selain telah berusia uzur (tua) berkepala sembilan dan ibunya juga mengalami sakit. Tak heran, kata Subaidah, pada Hend aku harus bertahan dengan kondisi ini dan melanjutkan perjuangan, entah kapan berakhirnya?.

Yang penting lanjut Subaidah, aku harus berbuat yang terbaik kepada kedua orang tuaku, dan adik-adikku sudah bisa berusaha sendiri mereka turut berjuang mengikuti langkahku, papar Subaidah pada Hendra.

Iya, ini pertanda baik. Mereka mulai tahu diri, dan tahu arti sebuah perjuangan, bahwa hidup ini harus membaca, berfikir positif dan bekerja, papar Subaidah.

Hendra, terdiam membisu, ia terharu inilah arti sebuah perjuangan bagi seorang wanita yangku kagumi, ia “Ratu Subaidah” yang tak mau mengalah dengan kesulitan, perjuangannya diringi do’a, hanya pada yang kuasa, satu tuhan yang maha kuasa tak ada yang lain.

Subaidah, sosok langka didunia melenium ini kata Hendra dalam hatinya. Padahal banyak yang harus kusampaikan padanya, cerita rahasia dibalik rahasia, sementara waktu memang harus dirahasiakan, terpaksa kutunda, dan akan menunggu waktu yang tepat?.

Sikulub, sahabat karibku yang baik, kuat, gagah dan punya usaha yang berkembang, telah mencoba menyatakan cintanya pada Subaidah, tapi ditolak secara halus.

Rupanya Subaidah, tak mau beban keluarganya ditanggung sang calon suami yang cara berfikirnya secara bathiniah belum diketahui. Apakah setelah menikah nanti sang suami berfikirnya sama, mau menyelamat keluarganya. Inilah alasan jujur Subaidah menolak lamaran Sikulub.

Ini dipetik Hendra, dalam percakapan sehari-harinya dari Subaidah. Dan Subaidah pernah menceritakan bahwa ia sudah punya seorang pacar, kakak kelasnya ketika sama-sama di SMA 15 tahun silam, tapi gagal dan ceritanya terputus,…….?

Subaidah lalu memilih kembali ke Desanya Tepian Singgah Rantau Sikato, karena kondisi kedua orang tuanya sakit-sakitan dan mengurus adik-adiknya sampai tamat SLTA, ini yang luar biasa kata Hendra, saya harus menyembunyikan dulu cerita dan nasehat untuk seorang Subaidah. Bersambung pada edisi berikutnya.

“Jika terdapat nama dan tempat yang sama, hanya kebetulan. Ini awalnya kisah nyata, tapi diangkat dalam bentuk Fiksi. Cerita ini ditulis oleh seorang Wartawan, penghantar tidur ditengah kantuk yang tinggi. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *