Jurnalisku Masih, (Koma)

Ket Foto: Gafar Uyub Depati Intan.

Catatan Yang Terabaikan, Gafar Uyub Depati Intan (Pempred Gegeronline).

Dunia (Profesi Wartawan), pekerja Jurnalistik = Kulitinta, memang penuh tantangan dan beresiko tinggi, bahkan “kematian” seperti kasus yang terjadi atas sahabat kita Udin (Syafruddin) Wartawan harian Bernas Jogyakarta puluhan tahun silam dan sejumlah kasus lainnya yang menimpa rekan Wartawan yang mengungkap rasa keadilan, kebanaran dari berbagai kasus dan peristiwa dinegeri ini. Diduga pelakunya para perampok uang rakyat (Negara), merasa sangat terusik dengan tulisan (berita-berita) yang diturunkan Wartawan dimedianya masing-masing.

Bacaan Lainnya

Namun, tidak menyurutkan perjuangan Pers berdaulat, Pers Perjuangan dengan meminjam istilah orang bijak, “sekali layar terkembang pantang surut kepantai” padahal dunia jurnalistik sejatinya tidak menjanjikan kekayaan, terkecuali pengusaha penerbitan Pers.

Tapi tidak bagi Wartawannya. Pekerja Jurnalist, tak lebih pantas disebut batas “kuli tinta.”  Kuli, artinya upahan, dari perusahaan penerbitan. Dampak phisikis, sering dibenci pejabat Negara/daerah, dengan terror, tekanan dan lain sebagainya, lebih dari itu jadi korban secara fisik.

Namun, peminat dunia Wartawan dari tahun-ketahun meningkat terus, karena dunia (profesi) yang satu ini dianggap paling demokratis, dalam mengeluarkan pendapat dan pandangan secara beraturan diikat dengan payung Hukumnya UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KJE), dengan dasar bekerja jujur, berani dan bertanggungjawab dengan memberikan hak kepada semua pihak.

Dunia Jurnalistik yang menjadi pilihan, dilembaga Pers manapun anda bekerja harus dijaga dan dipelihara, inilah bentuk tanggungjawab seorang Wartawan dalam mengelola informasi, untuk disampaikan pada public, jujur, benar dan bertanggungjawab tidak hoax (bohong).

Untuk menjaga eksistensi Wartawan yang jujur dan bertanggungjawab, maka lembaga penerbitan Pers harus memperhatikan kesulitan Wartawannya dibidang vinansial, untuk cukup makan dan bisa menyekolahkan anak-anaknya bagi yang sudah berkeluarga.

Karena kondisi real masih terjadi ditengah masyarakat kita yang majemuk ini, dan Pemerintahan yang belum bisa memberikan kesejahteraan, kemakmuran kepada masyarakat kita, “makmur berkeadilan, adil dalam kemakmuran”.

Untuk menuju proses masyarakat makmur berkeadilan itu, kita semua harus melanjutkan perjuangan Pers berdaulat, Pers perlawanan yang dibengkokan rezim pada masa lampau, maka masyarakat Pers, bersama rakyat harus mendorong tegaknya supremasi Hukum dan rasa keadilan ditengah masyarakat dengan mengadakan perlawanan terhadap penzoliman dalam bernegara dan berbangsa.

  1. Perjuangan terhadap penindasan.
  2. Perjuangan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
  3. Perjuangan terhadap Ketidak Adilan.
  4. Perjuangan terhadap Kebodohan.
  5. Perjuangan terhadap Kemiskinan.
  6. Perjuangan terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Sebagai Wartawan (Jurnalist), penanya belum bisa menulis titik ( . ) tanda berhenti bekerja/berjuang, hanya baru batas koma ( , ) karena perjuangan masih sangat panjang, belum tahu kapan akan berakhir. Karena hidup masyarakat kita (Indonesia), masih jauh dari kemakmuran dan rasa keadilan. Masyarakat kita, tengah bergelut dengan kemiskinan.

Setidaknya ada empat kemiskinan yang harus diperjuangkan, miskin ilmu karena tidak sekolah (berpendidikan) yang cukup. Dua miskin Iman, (tidak beriman) kepada Tuhan yang maha kuasa, karena tidak ditanamkan akhlak sejak kecil. Tiga miskin harta, kepentingan hidup sehari-hari dalam keluarga tidak mencukupi. Miskin keempat, karena Pemerintah belum mampu memberikan kesejahteraan yang cukup, (termiskin oleh sistem yang berlaku), tidak mampu kebutuhan makan tiga kali sehari dengan lauk pauk yang layak dan bergizi.

Maaf, yang telah merasakan enaknya kehidupan sejak Indonesia merdeka 75 tahun silam, hanya masyarakat kelas menengah keatas, sedangkan kebawahnya bergelimang dengan masalah kekurangannya, disegala sektor pembangunan.

Solusi dan harapan kita kedepan adanya Pemerintahan yang jujur, membangun ekonomi yang kuat, Hukum mampu menjadi panglima keadilan, dan terciptanya rasa aman dan nyaman dalam berusaha menjalankan proses hidup ini.

Dan selanjutnya masyarakat kita harus bekerja keras, jangan hidup manja hanya menunggu “bantuan tunai langsung” (BLT) dari Pemerintah dan Negara. Terkecuali manusia berusia lanjut 70 tahun keatas, atau akibat kesehatan merosot tajam (tidak bisa berusaha), atau cacat bawaan dari lahir. Maka setiap warga Negara harus berusaha, jangan jadi orang pemalas (semata mengharapkan bantuan dari pihak lain dan Negara). Maka profesi Wartawan bersama penaku, belum ada titik ( . ) untuk berhenti menulis dan berkarya saat ini. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *