SEMBILU RAPUH Selektifnya Jadi Tukang Angkat  

Gafar Uyub Depati Intan

Cerbung : Gafar Uyub Depati Intan

Bagian Ketiga

Bacaan Lainnya

Hendra, hidup dan menjalani pendidikan SLTA nya, biaya yang diperlukan semata menghandalkan tenaga, sebagai tukang angkat di Pasar Raya Kota Padang dan kerja sampingan lainnya, memperbaiki rumah (Dapur) warga yang bocor, disekitar tempat kostnya antara lain di Lakuk arah ke PT. Semen Padang, Indarung dan Air Tawar.

Memperbaiki dapur rumah warga, WC dan Sumur banyak uniknya, untuk upah sama sekali tidak pernah ditentukan, usai kerja ada pemilik rumah hanya menawarkan makan, tanpa memberi apa-apa. Dan ada juga yang memberikan uang seadanya dan ada juga yang tidak memberi apa-apa sama sekali. Hanya, mengatakan terima kasih, Yung (Buyung) sudah membantu ibu (Amak). Yayaaa. Diterima apa adanya oleh Hendra.

Ternyata tuhan memberikan langkah lebih baik lagi, selang beberapa hari ada lagi ibu rumah tangga (Etek) yang minta tolong, Hendra dengan ikhlas bekerja membenahi atap yang bocor, wc atau sumur yang rusak, karena pada posisi tahun 1977 s/d 1979 masih banyak warga yang memakai Sumur Bor, dan sebagian sudah menggunakan jasa PDAM (PAM), kebanyakan di Kota Padang Sumur sendiri.

Ibu yang satu ini sebut saja namanya “Etek Nini” memberikan jasa pada Hendra, sangat besar Rp. 20 ribu rupiah, bisa makan di warung Emperan Gulai Tauco, campur Ikan Tri Padang yang terkenal itu, untuk enam kali makan. Hendra rasa sangat terharu menerimanya, sedangkan pada kerja mengangkat ia hanya dapat upah antara Rp. 700 ribu sampai Rp. 1.500 ribu rupiah dengan waktu kerja full empat jam dari pkl 8:30 sampai pkl 11: 45 Wib, dan baru istirahat dan siap-siap kesekolahnya.

Ternyata jadi Tukang Angkat di Kota Padang (saat itu) selektip, menandai selektip sangat mudah, bukan dari perjanjian melainkan bukti tidak adanya barang yang diangkat hilang, rusak akibat jatuh, karena aman. Maka sipemilik gudang mengatakan besok datang lagi Yung (Buyung) bantu apak (Bapak) di siko yo, begitulah dijalani bertahun-tahun. Jadi kejujuran bagi seorang tukang angkat adalah nomor satu. Ini juga menjadi catatan penting dalam hidup Hendra, hingga kini.

Bagi tukang angkat tangan-tangan jahil, dia tidak pernah ditawarkan kembali lagi, bahkan ada yang di usir. Inilah pelajaran mahal ingat Hendra, bagaimana kalau jadi pejabat Negara tidak jujur, yang melayani masyarakat luas. Jika tidak jujur akan berdampak luas, terhadap kepentingan yang lebih besar, inilah pelajaran besar dari menjadi tukang angkat.

Karena barang yang diangkat dari toko ke mobil pembeli (orang belanja), terkadang milik istri pejabat Pemerintah, Polisi dan Tentara. Uniknya, Hendra dibayar oleh pemilik toko dari jasa mengangkat barang.

Ternyata banyak istri pejabat, yang berhati mulia memberikan uang tip tanpa diminta sama sekali, barangkali ini bagian arti kejujuran, tuhan membuka pintu hati orang lain yang merasa aman berbelanja dan barang-barang belanjaannya aman sampai keatas mobilnya.

Karena seringnya bertemu dengan para ibu-ibu pejabat dari berbagai latar belakang, ada juga yang bertanya kamu Hen, kuliah dimana spontan di jawab Hendra, saya hanya duduk di kelas terakhir (Tiga) salah satu SLTA di Kota ini.

Untuk SLTA saja, sulit menyelesaikannya apa lagi mau kuliah bu, jelas Hendra malu. Kadang pertanyaan lebih jauh muncul, masih punya orang?. Dijawab masih lengkap. Maaf bu, orang tua saya jauh, miskin dan buta huruf. Lalu si ibu memberi sport utamakan sekolahmu, agar bebas dari buta huruf, jawab Hendra yayaaaa insya allah bu.

Pada suatu hari Hendra, bertemu dengan ibu berhati muliya itu sebut saja namanya Bu Rina, didepan sekolah Hen saat mau pulang Sekolah sekitar pkl 16: 30 WIB, bu Rina menawarkan naik mobilnya, diantar pulang kerumah sewaan nya. Namun Hendra, menolak halus tempat kos saya dekat bu, disekitar Lakuk 700 meter dari sekolah ini. Dan sudah biasa berjalan kaki, sekitar 5 menit.

Karena ditolak tawarannya, bu Rina lalu membuka dompetnya memberi Hendra uang jajan Rp. 1.500 ribu, harus kamu terima Hen katanya dengan penuh kasih sayang.

Ternyata, diketahui kemudian bu Rina, punya seorang putra yang duduk di kelas dua sekolah yang sama, jurusan Teknik Sipil, akhirnya bu Rina memperkenal anaknya pada Hendra, ini adikmu “tolong jaga dia, karena nakal dan suka berantam” Hendra, mengangguk-anggukkan kepalanya, seraya mengatakan siap bu.

Dari banyak perkenalan itu, Hendra mendapat kemudahan jalan hidupnya. Hendra, lalu merenung pada malam hari menjelang tidur, yang diingat Hendra, kebaikkan banyak orang, dan mungkin atas dasar kejujuran, kerja keras membantu orang lain, tuhan membuka jalan lebih baik lagi.

Bersambung,

Cerbung ini sengaja diangkat kembali untuk mengingatkan anak, para cucu yang berada di dunia Milinial, atau serba canggih, dan keadaan cukup untuk sekolah, karena adanya bantuan pemerintah ternyata banyak yang putus sekolah dibangku SLTP dan SLTA. Padahal kehidupan orang tuanya berkecukupan.  (*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *