LEBONG,GEGERONLINE.CO.ID-Belum lama ini Rozi Antoni yang akrab dipanggil “Toni Botol” menyuarakan dugaan tercemarnya sungai Ketahun yang berindikasi adanya perusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Ketahun serta Taman Wilayah Alam (TWA) Danau Tes yang mengancam ekosistem didalamnya.
Tidak terhenti disitu saja, kini kembali mengeluarkan pendapatnya menyoroti persoalan aktivitas pengelolahan emas (tong) yang diduga menggunakan zat kimia, karbon, soda, kapur, merkuri dan sianida bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berdampak langsung dengan lingkungan hidup. Kendati demikian, kegiatan bisnis ini merupakan salah satu sumber mata pencarian kehidupan masyarakat yang harus diakomodir yang atur UU yang berlaku, seperti pengelola menggunakan tong, Penambangan Emas Tanpa Ijin (Peti) dan oknum penjual zat kimia terlarang.
Dari kegiatan tersebut yang sudah berjalan puluhan ini, terindikasi adanya pembiaran dari pihak Polres Lebong dan lemahnya kontrol pengawasan Lingkungan Hidup Kabupaten Lebong dalam pengendalian pencemaran lingkungan hidup dari zat kimia terlarang dan B3 yang berdampak kehidupan manusia.
Zat kimia ditemui dilokasi pengelola emas yang menggunakan tong didaerah Kampung Jawa dan limbah diduga dibuang ke sungai air Kotok
“Pengoperasian pengelolaan emas yang pakai tong ini banyak di daerah kelurahan Kampung Jawa, desa Ladang Palembang, Desa Tambang Sawah terdiri ratusan tong diduga menggunakan zak kimia berbahaya yang berdampak lingkungan dan indikasi kuat perbuatan dumping (pembuangan) zat kimia yang mengancam sungai Serikat, sungai Air Kotok dan muaranya semua ke sungai Ketahun bahkan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya,” jelasnya (26/5/21).
Bahkan dirinya juga mempertanyakan peran tugas dan fungsi pengawasan Lingkungan Hidup Kabupaten Lebong dalam menjaga lingkungan. Dan selain itu, dia juga menyinggung tidak berjalannya supermasi hukum aparat penengak hukum, Polres Lebong yang diduga tutup mata.
“Jelas peristiwa ini diduga melanggar UU pasal 161 Undang-undang RI nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), dan juga diatur UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk oknum penjual zak kimia terlarang terkena pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana paling banyak Rp 10 miliar,” paparnya kemarin.
Lanjut dia lagi menerangkan, secara tegas pemerintah pusat sudah berupaya memberikan langkah, usaha dan/atau kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) demi pengurangan dan penghapusan merkuri, maka pemerintah menerbitkan, UU no 11 tahun 2017 tentang pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) dan PP No 21 tahun 2019 tentang rencana Aksi Nasional pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
“Terbalik wilayah kita diduga dibiarkan oleh Polres Lebong, maka dari itu kita minta Anggota Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bengkulu tangkap para pengguna zat kimia berbahaya yang beroperasi lama ini,” ucap secara tegas.
Sementara itu, dirinya meminta kepada pemerintahan Kabupaten Lebong, memberi solusi kepada para penambang emas ilegal melalui pengurusan Izin Pertambangan Rakyat (IPR), sekaligus menentukan wilayah dan tambang tradisional yang di luar wilayah izin akan dilegalisasi melalui kerjasama dengan pemda, termasuk bahan baku yang resmi memiliki payung hukum dan masyarakat tidak lagi berhadapan dengan masalah.
“Ini harus dilakukan oleh Bupati Kopli Ansori sesuai dengan janji politiknya, soal pertambangan, pengurusan administrasi itu ada Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, harus melalui skema perizinan, agar mata percarian masyarakat tidak putus dan seperti itu juga melegalkan bahan baku sesuai aturan,” tuturnya diakhir.
Media ini belum berhasil mengkonfirmasi pihak Lingkungan Hidup Kabupaten Lebong dan pihak Polres Lebong dalam menjalani supermasi hukum diwilayah hukumnya, sampai berita ini dipublis.
Pewarta : Sbong Keme