Kisah Pilu Mantan Napi, Nangis Saat Awal Jadi Penghuni Lapas

Oleh : Bujang Purajuk

Hidup didalam penjara (Sel) di ruangan yang berukuran 3 x 5 meter dihuni oleh 20 orang menjadi kisah pilu seorang Narapidana (Napi) bernama Ari (nama samaran). Ketegarannya menghadapi hukuman tak bisa membendung air matanya yang terus mengalir selama seminggu pertama menjadi penghuni di salah satu Lembaga Permasyarakatan (Lapas) dalam Provinsi Jambi.

Bacaan Lainnya

Bagi orang yang baru pertama kali masuk penjara pasti merasakan tersiksanya lahir dan batin. Mulai dari urusan tidur, makan dan minum hingga masalah kebutuhan biologis seperti hubungan seks.

Ari mengaku hanya bisa menangis selama seminggu di sel pada malam hari disaat para Napi tertidur lelap. Ia berusaha menahan tetes air matanya, tapi tetap saja air matanya keluar bila teringat orang tua.

Untungnya ia masih bisa mengobati rasa rindunya kepada orang tuanya dengan menghubungi melalui handphone yang dipinjamkan salah seorang Napi di selnya. “Kalau nelpon harus bayar dengan pemiliknya. Berapa pulsa yang keluar itu yang dibayar,” ujarnya.

Untuk membayar pulsa yang dipakai, ia meminta kepada orang tua di rumah mengisikan pulsa handphone yang digunakannya. Walaupun sebentar, biasanya pemilik handphone meminta isikan pulsa 10 ribu. Bila lama biasanya membayar 20 ribu tiap kali nelpon.

Kepemilikan handphone tersebut sebenarnya dilarang di Lapas. Untuk bisa membawa dan menggunakan handphone harus kucing-kucingan dengan petugas sipir penjara. Bila ketahuan pasti diambil petugas. Agar tidak ketahuan petugas, biasanya bunyi handphone hanya getar dan hanya digunakan pada malam hari. “Bila ada razia biasanya para Napi sudah mempersiapkan kantong plastik untuk membungkus handphone yang disimpan di dalam tanah,” bebernya.

Kehidupan di penjara memang keras, siapa kuat itu yang bertahan. Maksudnya, siapa yang berani tentu akan ditakuti dan disegani oleh para Napi. Terkadang ada saja sesama Napi yang ribit dan akhirnya berkelahi hanya gara-gara sebatang rokok.

Kalau sudah berkelahi, para Napi bukannya melerai, tapi malah bersorak gembira seakan-akan menyaksikan tontonan film gratis secara langsung. Bahkan, ada Napi yang terluka karena tusukan benda tajam yang terbuat dari batang plastik sikat gigi.

Bagi yang kalah tentu akan masuk rumah sakit, tapi bagi yang menang akan mendapatkan sanksi kurungan di sel hukuman disiplin. Biasanya tidak boleh dijenguk oleh keluarga selama beberapa hari sampai sanksi hukuman dicabut. “Setiap bulan ada saja Napi yang berkelahi karena saling tersinggung,” ingatnya.

Selain pengalaman sedih dan sengsara, ada juga pengalaman menarik yang ia rasakan ketika melihat para Napi kasmaran dengan istri atau pacar yang menjenguk mereka. Tanpa malu pasangan ini bercumbu tanpa mempedulikan orang lain di sekitarnya.

Pasangan ini larut dengan hasranya sendiri. Rasa malu sudah tidak ada lagi dipikiran mereka karena dipenuhi dengan hasrat birahi. Sambil memojok di pinggir tembok, pasangan ini bercumbu untuk melampiaskan hasrat biologis yang lama tak tersalurkan.

Meski raga terpenjara, kebutuhan biologis mereka masih bisa terpenuhi. Bahkan, di lorong kecil yang dijaga para Napi, mereka masih bisa melakukan hubungan layaknya suami istri untuk memenuhi kebutuhan batinnya.

“Kalau sudah urusan seperti itu biasa rasa malunya putus sehingga tidak peduli dengan orang di sekitarnya,” ucap Ari sambil tersenyum mengingat kejadian tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *