Wartawan Gadungan Beroperasi Tanpa Karya, Masyarakat dan Pejabat Jangan Terjebak 

Dunia Wartawan yang menantang berbagai resiko, mulai dari tekanan yang kecil, sampai pada tingkat tekanan tanpa batas, resiko teraniaya secara fisik, bahkan kematian. Belakangan ini, setidaknya dua kasus penembakan Wartawan di Medan Sumatera Utara, penganiayaan di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta. Namun dunia profesi yang satu ini tetap kian diminati.

Yang disebut Wartawan adalah Orang yang pro aktiv melakukan kegiatan Jurnalistik tanpa batas, terkecuali sakit berat dan kematian. Dan masyarakat jangan terjebak pada tindakan oknum Wartawan Gadungan (Wargad), yang terus beroperasi dengan berbagai modus dan operandinya dilapangan tanpa karya Jurnalistik yang benar dan profesional.

Bacaan Lainnya

Dari Wargad tidak ada yang bisa dibaca dari liputan kegiatan Jurnalistnya. Namanya wartawan gadungan (Wargad). Hebatnya Wargad, hampir setiap hari melakukan kegiatan hilir mudik, mendatangi kantor pemerintahan ditingkat Desa pemerintahan Desa (Pemdes), Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Nasional (pusat).

Namun karyanya tak pernah jelas, buram bahkan bak gelap gulita. Dan uniknya para oknum Wargad itu, secara identitas mereka “memiliki Kartu Pers dan Surat Tugas (ST) yang dikeluarkan Pemimpin Redaksinya” anehnya tanpa karya Jurnalistik, begitu mudah mereka mendapat dan memiliki identitas menamakan statusnya pekerjaan Wartawan.

Patut diduga para oknum Wargad, mendapatkan identitas “bisa dengan cara dibeli, nepotisme (kekeluargaan), tujuannya bukan untuk berkarya sebagaimana mestinya Wartawan benaran, “jujur, berani, dan bertanggungjawab, atas segala sesuatu yang disampaikan dalam laporan berita yang ditulisnya”

Wargad, hanya beroperasi untuk gagahan, mau dipuji dan dipuja-puja bahwa Ia adalah Wartawan benaran, disinilah pejabat daerah/ Negara pengelola pemerintahan, bisnismen, masyarakat pedagang dan Pertanian, perlu hati-hati jangan terjebak, karena penampilannya dan bicara hebat, (pacak ngomong) istilah orang Sumsel, Padek Ngota (Pintar bicara) kata orang Kerinci.

Dan pandai “membaca kasus, menjebak untuk kepentingan pribadinya serta menakut-nakuti pihak yang tengah bermasalah” inilah para Wargad yang menggadaikan nilai-nilai Kemerdekaan Pers, bahkan Kartu Pers dan Surat Tugas hanya sebagai alat semata mencari keuntungan pribadi.

Sehingga mengganggu jalanya kegiatan tugas pemerintahan oleh aparat terkait ASN (Aparatur Sipil Negara), karena harus melayani tamu yang tak diundang oknum para Wartawan Gadungan (Wargad).

Wargad punya penampilan meyakinkan, terkadang pakai Tas, ransel, tas-tas yang menarik perhatian, hp Android yang canggih. Pandai bicara bohong (hoax). Bahkan ada yang berani menekan para pihak yang sedang menghadapi persoalan flik, dugaan penyalah gunaan jabatan bagi ASN, korupsi dan nepotisme. Diuber-habis-habisan oleh oknum Wargad, dan ujung-ujungnya duit.

Ironisnya setelah dapat duit, tak malu-malu memuja oknum pejabat bermasalah, seolah-olah tidak bermasalah bahkan ada beritanya ditulis bagus. Tindakan oknum Wartawan gadungan seperti ini, yang merusak dunia Wartawan, sehingga Wartawan sungguhan justru dilecehkan para oknum pejabat yang tidak membaca secara jernih, apa sesungguhnya dunia Wartawan (profesi Jurnalistik).

Dan sulit dibantah, banyaknya oknum-oknum pejabat kita yang senang dipuja-puja, seolah Ia sudah bekerja baik memberikan pelayanan pada masyarakat. Padahal bergelimang masalah dalam mengelola Keuangan Negara APBD dan APBN, sesungguhnya untuk mensejahteraan rakyat, bukan kelompok, individu dan keluarga para oknum.

Jadi antara oknum Wartawan Gadungan (Wargad), dengan oknum-oknum pejabat yang patut diduga menyalah gunakan wewenang jabatan, nepotisme dan korupsi Bak Setali Dua mata uang Istilah Sumsel, ujung-ujungnya sama-sama menggelapkan kebenaran dengan cara menyembunyikan fakta yang sesungguhnya terjadi.

Dari data dan fakta-fakta pendukung menjamurnya Wargad, pertama muncul dari oknum-oknum pengangguran kelas menengah dan atas, akibat “gagal” jadi ASN, gagal Tes masuk Polisi, TNI dan bentuk-bentuk usaha lainnya.

 

Maka mereka menjadikan dunia Wartawan pelarian dan mudah berkelaborasi mencari keuntungan pribadi, dari pada menjadi pengangguran dikampung. Maka masyarakat, pejabat Negara/ daerah perlu menyimak secara cermat mana Wartawan yang memiliki karya dan mana sekedar mengaku-ngaku Wartawan, (tanpa karya) sehingga tidak terjebak?.

Dalam dunia Wartawan, bergelimang dengan tugas-tugas yang mulia antara lain menyampaikan pada public berita-berita disegala bidang hasil Pembangunan, menyampaikan berita budaya, sastra dan hiburan dan menyampaikan Kontrol Sosial, (Sosial Kontrol) untuk kepentingan public (masyarakat luas).

Bagi Wartawan yang bukan Wargad, karyanya tidak selalu harus kritik (dan sorotan), bisa menulis berita seputar keberhasilan pembangunan, budaya, Sastra, dan hiburan serta sosok atau orang-orang berprestasi dibidangnya.

Nah,…..sahabat. Selamat bertugas para kuli tinta, kendati miskin harta tapi tidak miskin karya dan pergaulan. Dengan kerendahan hati dan jiwa, jadilah yang bermanfaat sekecil apapun, dimanapun di campakkan.

Bak, meminjam istilah “tak ada gading yang tak retak, jika tak retak bukan gading namanya, tapi setidaknya jadilah gading yang retak, masih memberi manfaat pada orang lain.” (***).

 

Penulis : pengamat masalah Sosial, Ekonomi, Budaya dan Hiburan. Tinggal di Kota Bengkulu, putra asli asal Kerinci.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *