YOGYAKARTA,GEGERONLINE.CO.ID-Warga Yogyakarta menggelar syukuran atas penangkapan mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan komplek Balaikota Yogyakarta, Sabtu, 4 Juni 2022.
Haryadi telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK atas dugaan suap yang diterimanya soal pengurusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedathon yang lahannya berada di wilayah Kemetiran Kota Yogyakarta.
Aksi cukur gundul itu diperagakan aktivis Dodo Putra Bangsa yang rambut gondrongnya dicukur secara bergantian oleh masyarakat yang menyaksikan aksi itu.
Rambut gondrong Dodo diikat dengan tali rafia bercabang. Lalu masing-masing cabang ikatan dikaitkan dengan plakat balaikota yang bertulis Kantor Wali Kota Yogyakarta.
Secara bergiliran perwakikan warga yang datang secara sukarela mengucap syukur dan harapannya sebelum mulai memotong ikatan rambut Dodo secara bergantian.
“Semoga dengan terungkapnya kasus korupsi apartemen ini, terungkap lebih banyak lagi kasus-kasus korupsi lain di Yogya,” kata perwakilan komunitas Warga Berdaya, Bintang Hanggono, yang selama ini getol menyuarakan #JogjaOraDidol.
Hal serupa diungkap aktivis Elanto Wijoyono yang sejak hampir satu dekade silam gencar mengkritik Wali Kota Yogya Haryadi Suyuti, yang tampak mengobral izin pembangunan ratusan hotel baru di Yogya dan mengabaikan ruang publik.
“Pengungkapan kasus korupsi apartemen ini sebagai penanda harapan, segera terungkapnya kasus-kasus lain di Yogyakarta,” ujar Elanto yang sempat pula terlibat dalam gerakan kritik bernama” Ora Masalah Har !”
Sedangkan Dodo Putra Bangsa selama ini juga tak pernah lelah mengecam kebijakan Pemkot Yogyakarta di bawah kepemimpinan Haryadi yang dianggap budeg dengan kritik yang berulangkali digencarkan masyarakat, khususnya dalam penataan ruang Kota Yogyakarta.
“Ini syukuran setelah 10 tahun kepemimpinan Haryadi yang tak mendengar aspirasi warga soal pemberian izin hotel-hotel yang mengabaikan lingkungan,” kata dia.
Dodo masih ingat jelas, ketika melakukan aksi mandi pasir pada Agustus 2014 lalu. Itu dilakukan sebagai bentuk protes atas terdampaknya air sumur warga Miliran di belakang Balaikota Yogya akibat penyedotan air tanah oleh Fave Hotel Kusumanegara.
Dalam perkembangannya, terungkap bahwa tidak sedikit usaha perhotelan di Yogyakarta yang tanpa izin menggunakan air tanah, tetapi tidak pernah mendapatkan sanksi dari pemerintah kota.
“Malah, laju pembangunan Yogyakarta justru makin tidak terkendali. Proyek pembangunan hotel terus marak di sejumlah kampung kota, menggusur warga, menyedot air tanah, hingga melahirkan konflik horisontal,” kata dia.
Dodo mengatakan walaupun kemudian terbit Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel, tetapi ternyata belakangan terungkap bahwa pada akhir 2013 telah masuk 104 aplikasi perizinan hotel.
Pada tahun-tahun selanjutnya, walaupun ada moratorium untuk aplikasi baru, laju pembangunan 104 hotel bertahap mendapatkan lampu hijau. Indikasi suap dalam perizinan hotel mulai tercium pada tahap ini.
“Ketika upaya-upaya legal formal tidak kunjung memberikan hasil yang diharapkan, disadari perlu ada dorongan doa dan usaha dalam wujud yang lain,” kata Dodo.
Pada Februari 2016, Dodo melakukan ritual mandi air kembang tujuh rupa dari tujuh sumur kembali di depan Kompleks Balaikota Yogyakarta.
Pada Mei 2018, sejumlah mahasiswa melakukan ruwatan untuk bumi Yogyakarta, dengan menarikan Bedhaya Banyu neng Segara oleh para penari dari Pendapa SangArt.
Pada Januari 2019, Dodo juga kembali melakukan ritual menyemburkan kencing ke papan nama Kantor Wali Kota Yogyakarta dengan maksud menolak aura jahat dan negatif yang terus melingkupi Yogyakarta.
Pandemi Covid-19 pada 2020-2022 sedikit mengistirahatkan Yogyakarta dari hiruk pikuk wisata dan proyek-proyek pembangunan hotel dan apartemen. “Namun, kabar baik muncul bersamaan ketika wabah mulai sirna, Haryadi Suyuti lengser dari jabatan wali kota dan diakhiri penangkapan KPK. (red)
Sumber: Tempo.co