Rokok Tanpa Mencantumkan Harga?

Catatan yang terabaikan, Gafar Uyub Depati Intan

Telah lama beredar rokok tanpa mencantumkan harga pada bungkus alias tanpa bandrol? Dan telah beredar bebas dijual pada warung-warung tertentu di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Jambi. Dan di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Prop. Bengkulu, yang ditemukan Team Catatan yang terabaikan.

Bacaan Lainnya

Di Kerinci, sudah beredar sejak Nopember 2021, jenis (merk) rokok RASTA, LUFFMAN, dengan harga Rp.8000,-s/dRp.12.000,-/ bungkus Isi 16 dan 20 batang.

Sedangkan Propinsi Bengkulu khusus Kabupaten Rejang Lebong, ditemukan rokok tanpa mencantumkan harga pada bungkusnya (tanpa bandrol), Joyo Baru, isi 20 batang dengan harga beli/ jual Rp.8000,-/bungkus.

Joyo Mild, isi 20 batang dengan harga beli/ jual Rp.7000,-/bungkus. Millan 16 Jaya harga Rp.8000,-/bungkus dan Laris Milan Jaya, isi 16 batang harga Rp.8000,-/bungkus, dijual diwarung-warung tertentu, umumnya dipinggir kota dan sampai kepelosok pedesaan.

Khusus di Rejang Lebong, baru diketahui beredarnya rokok-rokok tersebut sekitar delapan bulan dan ada yang lebih dari satu tahun seperti Jayo Baru.

Jika rokok-rokok tersebut diproduki secara illegal, karena tanpa dicantumkan nama perusahaan (PT) yang memproduksinya, pemerintah harus menyatakan resmi dilarang, jadi tidak menyesatkan bagi pedagang-pedagang kecil yang membeli dan menjualnya?.

Munculnya rokok-rokok tanpa bandrol (tanpa mencantumkan harga pada bungkusnya), sejak meningkatnya (melonjak) harga rokok resmi seperti Surya dijual secara umum Rp.28.000,-/bungkus dengan isi 16 batang, Dunhill bungkus hitam Rp.26.000,-/bungkus isi 16 batang dan sejumlah rokok resmi lainnya.

Sementara rokok tanpa bandrol itu, hanya dibawah Rp12.000,-/ bungkus, para pembeli mengatakan dengan istilah ‘’murah meriah’’ dan mudah didapatkan diwarung-warung dipinggiran kota sampai kepedasaan.

Dan para agennya melakukan kegiatan keliling menawarkan pada pemilik warung dengan harga rata-rata Rp.6000,-s/d Rp. 7000,-/ bungkus, dan harganya terjangkau para perokok ekonomi menengah kebawah.

Sudah selama 8 bulan s/d 12 bulan jenis rokok (merk) rokok-rokok tersebut beredar, baik di Propinsi Bengkulu, Jambi dan daerah-daerah lainnya, tak mungkin aparat pemerintah tidak tahu sama sekali? Ada dugaan ‘’terjadinya pembiaran?’’.

Upaya serius yang dilakukan Bea dan Cukai Propinsi Jambi, dalam acara Sosialisasi di Cafee Zam-Zm Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi, Kamis (29/9/2022) lalu dan dihadiri pejabat terkait antar dinas dan instansi dipemerintahan, telah menjelaskan supaya masyarakat peduli, karena akan dilakukan razia, ‘’jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ditengah masyarakat’’

Himbauan dan permintaan itu terus kita sebarkan melalui media online dan lainnya sebagai peringatan pada masyarakat luas. Dan tidak tertutup kemungkinan para penjual (pelaku produksi), ‘’tidak membayar dana bagi hasil cukai hasil Tembakau’’ (DBH – CHT)?.

Solusinya, kalau memang dilarang, pemerintah harus segera menghentikan peredarannya, dan atau meminta pihak yang memproduksi rokok-rokok tersebut, membayar kewajibannya pada Negara (pemerintah) RI, agar tidak simpang siur dan melanggar ketentuan DBH-CHT dimaksud.

Sehingga tidak membingungkan masyarakat baik penjual atau pembelinya. Harus ada ketegasan secara benar dan professional oleh aparat berwenang dari pemerintah, sehingga Negara dan masyarakat tidak dirugikan serta tidak melanggar ketentuan berlaku. (***)

Penulis : Pempred BEO.co.id/ Gegeronline.co.id Group, yang juga Ketua Komite Wartawan Reformasi Indonesia (DPD-KWRI) Prop. Bengkulu, pengamat masalah, Sosial Kemanusia dan Kemiskinan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *