JAKARTA,GEGERONLINE.CO.ID-Aliran dana suap tambang ilegal di Kalimantan Timur disebut masuk ke Bareskrim Polri lewat perantara bernama Ismail Bolong. Kasus ini sempat diusut oleh Divisi Propam Polri saat masih dipimpin Ferdy Sambo.
Ismail merupakan mantan Polisi dengan pangkat terakhir sebagai Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu). Uang suap tambang itu disalurkan Ismail kala dirinya masih bertugas di Satuan Intelijen Keamanan (Satintelkam) Polresta Samarinda, Kalimantan Timur.
CNNIndonesia.com menerima dua salinan Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) yang dilakukan Propam Polri terkait penambangan Batubara ilegal yang dibekingi dan dikoordinir oleh anggota Polri serta PJU Polda Kaltim.
Laporan pertama merupakan LHP yang diserahkan Karo Paminal Propam Polri saat itu Brigjen Hendra Kurniawan kepada Kadiv Propam Polri saat itu Ferdy Sambo. Laporan itu tercatat dengan nomor: R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022.
Laporan kedua merupakan LHP yang diserahkan Ferdy Sambo kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. LHP itu teregister dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022.
Dalam kedua laporan itu disebutkan bahwa selain menjadi anggota Sat Intelkam Polresta Samarinda, Ismail Bolong juga pengusaha tambang ilegal di wilayah Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Ismail disebut telah melaksanakan kegiatan ilegal tersebut sejak Juni 2020 sampai Desember 2021. Hasil Batubara ilegal dijual oleh Ismail kepada seseorang bernama Tan Paulin.
Selama menjalankan aksinya itu, Propam menemukan adanya pemberian uang koordinasi dari Ismail kepada Bareskrim Polri.
Uang tersebut diserahkan Ismail melalui Kombes Budi Haryanto selaku Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri. Ismail menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar selama tiga kali pada periode Oktober, November dan Desember 2021.
“Sebesar Rp 3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim Polri,” demikian dikutip dari LHP, Rabu (23/11).
Selain itu, Propam juga menemukan bahwa Ismail turut memberikan uang koordinasi kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Propam menemukan bahwa Ismail pernah memberikan uang koordinasi kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. LHP Propam menyebut uang itu diserahkan langsung kepada Agus di ruang kerja di Gedung Bareskrim Polri.
“Dalam bentuk USD sebanyak 3 kali yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 senilai Rp 2 miliar setiap bulannya,” bunyi LHP tersebut.
Dalam LHP yang sama disebutkan bahwa pertemuan antara Agus dengan Ismail terjadi berkat perantara Budi Haryanto.
Budi juga disebut mengenal para pengusaha tambang batu bara ilegal di wilayah Kaltim. LHP mengatakan Budi menerima uang koordinasi untuk kebutuhan oprasional setiap bulannya. Salah satunya terkait operasional kunjungan pimpinan sebesar Rp 800 juta dari Ismail Bolong.
Adapun besaran uang koordinasi yang diterima Budi berkisar antara Rp 500-700 juta setiap bulannya. Sementara total uang yang telah diterima Budi diperkirakan mencapai Rp 3-5 Miliar.
“Selama menjabat sebagai Kasubdit V Dittipidter tidak pernah melakukan penindakan penambangan Batubara ilegal di Provinsi Kaltim dengan alasan adanya kebijakan dari atas Dirtipidter Bareskrim Polri,” bunyi LHP Propam.
Dalam dokumen yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto juga disebut telah mengenal Ismail Bolong.
Hal itu diketahui lewat adanya surat Dumas yang diduga bekerja di wilayah kawasan hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya. Padahal Ismail bukanlah pemilik PKP2B dan tidak ada kerjasama.
“Tidak melakukan penindakan dikarenakan mendapat informasi dari Kombes Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Agus Andrianto Kabareskrim Polri,” bunyi LHP Propam.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, Propam menyatakan telah ada bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran oleh anggota Polri dalam kasus tersebut.
Propam juga menyimpulkan adanya pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang Batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Mabes Polri.
“Direkomendasikan kepada Jenderal agar Kapolda Kaltim melakukan pembenahan manajerial terkait penanganan dan pengelolaan tambang di Polda Kaltim,” bunyi kesimpulan LHP Propam.
“Dan Kabareskrim Polri melakukan pengawasan yang ketat serta menindak oknum yang masih melakukan kegiatan penambangan ilegal maupun pungli (gratifikasi) terhadap kegiatan penambangan ilegal,” tutup LHP Propam.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono, Kabareskrim Polri Agus Andrianto terkait kasus dugaan suap tambang ilegal tersebut.
Namun hingga berita ini ditayangkan Agus hanya membaca pesan singkat yang dilayangkan. Sementara itu, Dedi dan Syahar masih belum memberikan respons.
Sebelumnya, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mengakui menandatangani surat penyelidikan terhadap Kabareskrim Komjen Agus Andrianto terkait dugaan menerima gratifikasi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Sambo juga mengonfirmasi surat penyelidikan yang beredar di publik adalah benar dan asli.
“Ya sudah benar itu suratnya,” kata Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Selasa (22/11).
Namun, Sambo enggan menanggapi terkait surat itu lebih lanjut. Ia juga tak mengomentari terkait dugaan gratifikasi oleh Agus.
“Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada,” ujarnya.
Sumber : CNNIndonesia.com