Terima Suap Rp 8,7 M, KPK Tahan Bupati Kapuas dan Istri

Ket Foto: Bupati Kapuas dan istrinya Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat saat Ditetapkan Menjadi Tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Dok)

JAKARTA,GEGERONLINE.CO.ID-KPK umumkan penetapan tersangka terhadap Bupati Kapuas dan istrinya Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat pada 28 Maret 2023. Penetapan tersangka kepada Bupati Kapuas dan istrinya ini didasarkan atas dugaan penerimaan suap. Demi kepentingan penyidikan keduanya langsung ditahan di Rutan KPK.

Informasi tentang penetapan tersangka dan penahanan terhadap Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat ini disampaikan KPK dalam keterangan tertulis dari Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Bacaan Lainnya

Dalam keterangan tertulis tersebut dinyatakan bahwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat diduga melakukan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada Penyelenggara Negara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemda Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

“Hari ini, kami akan menyampaikan informasi terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah,” demikian ditulis dalam dokumen dan telah dirilis oleh Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak di Gedung KPK (28/03’2023).

Menurut Johanis Tanak, pengumuman penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari KPK dalam menangani penyelidikan hingga penyidikan yang dalam prosesnya dilakukan pengumpulan bahan keterangan dan bukti permulaan yang cukup.

“Sebagai tindak lanjut laporan masyarakat yang diterima KPK, kemudian dilakukan pengumpulan berbagai informasi bahan keterangan dan data dilanjutkan ke tahap penyelidikan untuk menemukan adanya dugaan peristiwa pidana.

Selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan cukup sehingga naik ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka sebagai berikut :

a. BBSB (Ben Brahim S. Bahat, tidak dibacakan), Bupati Kabupaten Kapuas periode 2013 s/d 2018 dan 2018 s/d 2023.

b. AE (Ary Egahni, tidak dibacakan), Anggota DPR RI,” ungkap Johanis Tanak.

“Untuk kebutuhan penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka masing-masing selama 20 hari pertama, mulai tanggal 28 Maret 2023 s/d 16 April 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” terangnya dalam kasus korupsi yang menjerat Bupati Kapuas dan istrinya itu lagi.

Berikut adalah uraian konstruksi perkara yang menjerat Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat atas dugaan penerimaan suap tersebut:

a) BBSB yang menjabat selaku Bupati Kabupaten Kapuas selama 2 periode yaitu 2013 s/d 2018 dan 2018 s/d 2023 dengan jabatannya tersebut diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemkab Kapuas termasuk dari beberapa pihak swasta.

b) Sedangkan AE selaku istri Bupati sekaligus anggota DPR RI juga diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan antara lain dengan memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.

c) Sumber uang yang diterima BBSB dan AE berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Pemkab Kapuas.

d) Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah termasuk untuk keikutsertaan AE yang merupakan istri BBSB dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI ditahun 2019.

e) Terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, BBSB diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta.

f) BBSB juga meminta pada beberapa pihak swasta untuk menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalteng dan AE saat maju dalam pemilihan anggota DPR RI.

g) Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp8, 7 Miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga survey nasional.

h) Tim Penyidik masih terus melakukan pendalaman dan penelusuran terkait dugaan adanya penerimaan-penerimaan lain oleh BBSB dan AE dari berbagai pihak.

Atas perbuatannya, Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

KPK, kata Johanis Tanak, menegaskan bahwa Kepala Daerah idealnya menjadi teladan bagi institusi bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

“Kepala Daerah sebagai Penyelenggara Negara sepatutnya menjadi teladan institusi dan pengayom bagi jajaran pegawai di lingkungannya.

Bukan justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan praktik-praktik pungutan kepada para ASN untuk kepentingan pribadinya,” ucapnya.

“Dari identifikasi risiko korupsi pada modus ini, KPK pun terus melakukan pendampaingan kepada pemerintah daerah melalui Monitoring Centre for Prevention (MCP) dengan salah satu fokus areanya adalah manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Agar seluruh tata kelola ASN, mulai dari rekrutmen, mutasi, ataupun promosi, terhindar dari praktik-praktik korupsi. Termasuk pungutan oleh Kepala Daerahnya,” tandas dia.

Sumber: kirka.co

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *