Anggota DPRD Kerinci Tak Terbukti Terlibat Kasus PJU, Akademisi : Penetapan Tersangka Harus Ada Alat Bukti Yang Cukup

KERINCI,GEGERONLINE.CO.ID-Kasus dugaan korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) di Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci tahun anggaran 2023 senilai Rp 5,4 Milyar dan telah ditetapkan 10 orang tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sungai Penuh terus menuai polenik.

Adapun 10 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka masing-masing HC Kepala Dinas Perhubungan, NE, HA, YAM, HP, JF, AN, GN, REF dan HT.

Bacaan Lainnya

Menanggapi hal tersebut, Alan Sparingga Dosen IAIN Kerinci kepada awak media menyebutkan, bahwa kita menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh.

“Kita harus menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dimana Kejaksaan memiliki kewenangan penuh untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan sekaligus menuntut perkara korupsi,”tegasnya.

Didalam hukum kita mengenal Azas Praduga tidak bersalah atau Presumption of Inocence, merupakan prinsip hukum Fundamental. “Bahwa setiap orang di anggap tidak bersalah sebelum ada putusan Pengadilan sesuai dalam ketentuan umum angka 3 huruf c KUHAP Jo pasal 8 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kejaksaan, Kehakiman Jo pasal 18 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 1999 tantang HAM,” urainya.

Ia juga menyinggung soal dugaan keterlibatan sejumlah Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci, Penetapan tersangka harus berdasarkan alat bukti yang cukup.

“Mengenai keterlibatan Pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci, ini tuduhan yang sangat serius untuk pimpinan DPRD Kabupaten Kerinci, kita mengetahi betul penetapan tersangka baru dalam kasus pidana umum dan khusus harus berdasarkan dua alat bukti yang sah, sebagai mana Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 dan Pasal 1 angka 14 KUHAP, penetapan tersangka harus didasarkan pada bukti permulaan yang cukup,”ungkapnya

“Bukti permulaan yang cukup adalah minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu, Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, petunjuk, Keterangan terdakwa (jika ada pengakuan),” jelasnya.

Penyidik harus memiliki keyakinan berdasarkan dua alat bukti tersebut bahwa orang yang ditetapkan sebagai tersangka benar-benar berpotensi sebagai pelaku tindak pidana. Dugaan ini bukanlah kepastian, tetapi harus didukung oleh data, keterangan, atau informasi yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.(HM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *