Kemerdekaan Pers, Harus Diukur Dengan Kejujuran Wartawan

Catatan : Gafar Uyub Depati Intan

Kemerdekaan Pers, sebelumnya disebut kebebasan pers sudah cukup baik jika dibandingkan pada era orde baru (Orba) dan Orde lama (Orla) setelah Indonesia merdeka. Dan ancaman terhadap kemerdekaan Pers masih tetap ada hingga detik ini, jadi kemeredkaan Pers salah satu alat ukurnya kejujuran Wartawan dalam melakukan peliputan dimulai dari mendapatkan informasi awal, melakukan chek dan richek atas dugaan peristiwa yang terjadi, meminta keterangan pihak-pihak terkait.

Bacaan Lainnya

Mengelola seluruh informasi, data yang diperoleh pendapat para saksi di TKP (tempat kejadian perkara), menulis, menyimpan dan menyampaikan kepada redaksi untuk menjadi pertimbangan layak tidaknya di terbitkan, sebagai hak public untuk mengetahuinya.

Kemerdekaan Pers (kebebsan) yang luar bisa, dengan meminta dan memberikan hak pada semua pihak secara secara untuk dimuat kembali apa adanya. Kemerdekaan pers yang bebas, bukan sebebas-bebasnya tanpa filter. Kebebasan dimaksud dengan memberikan hak pada semua pihak terkait untuk menyampaikan keberatannya, boleh berupa hak bantah, sanggah, hak jawab dan hak memberikan keterangan seluas-luas, pada semua pihak untuk keseimbang memberikan informasi yang benar dan bertanggungjawab.

Maka Kemerdekaan Pers harus di jaga oleh kita semua, terutama Wartawan yang meliput langsung sebuah peristiwa dan mewawancarai pihak-pihak terkait, termasuk sumber kompeten yang minta nama dan tempat tinggalnya di sembunyikan demi kepentingan masyarakat luas. Karena sifat dan kepentingannya harus dirahasiakan.

Karena tugas Pers Perjuangan dan perlawanan yang dilakukan para pejuang Pers nasional Indonesia atau para pendahulu kita sebelum Indonesia merdeka dan sesudah merdeka dan sampai pada era reformasi 1998 silam, harus di jaga dan di luruskan kata Ozzy Sulaiman Sudiro, SH. MSi Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) KOMITE WARTAWAN REFORMASI INDONESIA (KWRI).

Jangan ada penumpang gelap yang memanfaatkan situasi untuk kelompok dan individu tandasnya, dalam sebuah artikal yang dimuat BidikelangOposisi.com, sebelumnya.

Dari kerja keras para pejuang Pers dan perlawanan, telah kita rasakan sampai saat ini, kendati ada lembaga-lembaga pers tertentu yang memanfaatkan situasi hanya untuk keuntungan kelompok dan individu-individu.

Dasar-dasar perjuangan Pers yang kuat dan kokoh itu, telah dilakukan jauh sebelum Indonesia mereka oleh Koran Prijaji pertama berbahasa melayu (Indonesia) dan era Mochtar Lubis sebelum dan sesudah Indonesia merdeka.

Era pemerintahan Presiden RI ketiga BJ Habibie dengan Menteri Penerangannya Yusuf Yosfiah, keran kebebasan Pers di buka dan lahirnya UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebagai payung Hukum Pers Indonesia hingga kini. Dan diperjelas lagi dalam Instrumen HAM Nasional /Tematik HAM /UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dijelaskan Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbit surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Namun demikian Wartawan Indonesia harus berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ), sebagai pedoman kerja dan etika moral dalam melaksanakan tugas.

KEJ, memerintahkan Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesinya dan selalu menguji kebenaran informasi yang diperolehnya sebelum dibuat menjadi berita dan menyampaikan pada publik.

Dari Pers perjuangan dan perlawanan terdapat catatan penting yang harus dilanjutkan oleh generasi sekarang dan kedepannya, Ozzy Sulaiman Sudiro, SH MSi Ketua Umum KWRI menjelaskan antara lain; “PERJUANGAN TERHADAP PENINDASAN, PERJUANGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA, PERJUANGAN TERHADAP KETIDAK ADILAN, PERJUANGAN TERHADAP KEBODOHAN DAN PERJUANGAN TERHADAP KEMISKINAN” pada bagian lain penjelasan Ozzy, dikutif kembali.

Ozzy, dalam keterangannya kepada penulis, Selasa (16 Mei 2020) Via sambungan telephone jarak jauh mengatakan “kita harus mengkaderkan generasi muda untuk memahami Pers Perjuangan dan Perlawanan dalam kondisi terkini dan kedepannya” kalau tidak kita dari sekarang siapa lagi dan kapan lagi,tandasnya.

(Penulis Pempred Bidik07elangOposisi.com, tinggal di Bengkulu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *