Dengan Semangat Bersatu, KWRI Kuat

Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), adalah salah satu organisasai wartawan Indonesia yang menanda tangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) di Bandung.

KWRI kini dibawah kepemimpinan Ozzy Sulaiman Sudiri, SH.MSc, berjalan ulet tapi pasti dengan semangatnya yang kuat bersatunya para jurnalis di wadah KWRI untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa kita bersama rakyat Indonesia yang berdaulat, Indonesia yang kuat bukan ditangan Pemerintahan yang otoriter. Melainkan ditangan Pemimpin yang jujur, tegas, arif dan bijaksana untuk melahirkan keadilan sebesar-besarnya untuk rakyat Indonesia.

Bacaan Lainnya

Guna melahirkan keadilan untuk rakyat Indonesia peran Pers sangat penting menyampaikan segala bentuk aspirasi masyarakat untuk perubahan yang positif bagi kemajuan pembangunan di segala asfek kehidupan.

Sebagai salah satu organisasi Pers, KWRI turut berpartisipasi dan berjuang menegakkan vilar demokrasi Indonesia.

Lahirnya KWRI, bersama memperjuangkan gerakkan Reformasi Indonesia 1998 dan runtuhnya kekuasaan Pemerintahan Orde Baru (Orba), atas perjuangan bersama Rakyat, Mahasiswa, Kaum buruh, Petani dan Pers Indonesia beserta seluruh elemen masyarakat ormas, OKP, dan organisasi lainnya yang cinta kebenaran dan perubahan, melepaskan belenggu kekuasaan orde baru selama 32 tahun rezim Soeharto berkuasa, sebuah kekuasaan pemerintahan terpanjang di tanah air Indonesia yang kita cintai ini, setelah Belanda berkuasa sampai kembalinya Irian Barat, kepangkuan Ibu Pertiwi.

Terpanjang dengan belenggunya yang kuat, sehingga demokrasi terkubur panjang sampai tahun 1998 dihari-hari kehancuran kekuasaannya. Dan Pers, sebagai salah satu vilar demokrasi Indonesia, yang bersuara lantang selama 32 tahun orba berkuasa dikubur hidup-hidup, puluhan penerbitan yang bersuara kuat dan lantang di bredel saat itu.

Kemerdekaan bersuara bagi rakyat (masyarakat Indonesia) harus kita jaga bersama, sebagai sebuah Negara yang merdeka, berdaulat bersatu dibawah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dengan pandangan dan pedoman hidup dalam bernegara harus tetap kukuh dengan Panca Sila dan dasar UUD 1945.

Organisasi Pers, yang membawahi ribuan para Jurnalist yang tergabung didalamnya sudah harus turut meluruskan Perjuangan Pers Berdaulat. Perberdaulat, adalah Pers Perlawanan, terhadap tindakkan kezoliman penguasa pada masyarakat di negeri ini.

Menurut Ketua Umum DPP-KWRI, Ozzy Sulaiman Sudiri, SH.MSc kita harus meluruskan perjuangan Pers Berdaulat Pers Perlawan, yang dilakukan para pendahulu kita seperti Surat Kabar Medan Prijaji, Pimpinan Tirto Adhi Soerjo bersama H.M. Arsad dan Oesman di jalan Naripan Bandung, kini Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK).

Medan Prijaji surat kabar pertama berbahasa melayu terbit di Bandung januari 1907 mereka memperjuangkan Kemerdekaan rakyat dari penjajahan, Penegakkan Hukum dan membela Hak Asasi Manusia (HAM), Kepentingan Rakyat terjajah saat itu.

Secara rinci Ozzy Sulaiman Sudiri, menjelaskan dalam berbagai siaran persnya sebagai Ketua Umum KWRI Pers Perlawanan: melawan/ memperjuangkan Penindasan, Hak Asasi Manusia, Ketidak Adilan, Kebodohan dan Kemiskinan.

Kita sebagai generasi penerus, jangan ada lagi penumpang gelap, hanya mementingkan kelompok, individu-individu, seharusnya turut mewarisi Pers Perlawanan, tegasnya. Kita harus Mengembalikan Pers Perjuangan Dan Perlawanan, jelasnya.

KWRI Sebagai salah satu wadah Organisasi Wartawan Indonesia, harus mengkaderkan generasinya baik dalam organisasi maupun di masing-masing lembaga penerbitan Pers yang dibawahi KWRI, minimal turut memperjuangkan-perjuangan Pers Perlawanan. Kendati kita berada diera melinium, dengan teknologi yang serba wah.

Dari data/ keterangan diperoleh era menjelang kemerdekaan dan setelah merdeka berbagai Koran mingguan dan harian terbit, masih dalam keadaan sulit dan sakit, antara lain misalnya harian INDONESIA RAYA, pimpinan Mochtar Lubis, yang sempat dipenjarakan direzim orla selama sembilan tahun dan tiga bulan di masa orde baru setelah peristiwa Malari tahun 1974, banyak lagi media lainnya yang komit berjuang di eranya.

Bagaiamana Pers kita sejak era reformasi 1998, Kemerdekaan sudah luar biasa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena saya sempat berada di era orde baru memulai karier sebagai Wartawan di Majalah Waktu, ber-Status STT (Surat Terbit Terbatas) di Jalan Geger Kalong Hilir Bandung 1987, sedangkan waktu itu media harus ber-Status SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Hampir setiap mau wawancara atau konfirmasi ditolak, namun tetap berjalan.

Tiga tahun kemudian saya bergabung dengan Mingguan Sawadesi Jakarta, selama sepuluh tahun, setelah pemilihan Umum 1992 saya ditangkap Intel Kodim 0409 Rejang Lebong, dengan tuduhan menulis telanjang, tentang pelaksanaan dan hasil Pemilu didaerah,  dan dianggap tidak sopan. Singkat cerita sempat menyicip sakitnya Intoregasi Pasi Intel (Perwira Seksi Intelijen) saat itu.

Makanya saya membaca perjalanan sejarah Pers dan perjalan para pejuangnya, dibandingkan dengan yang saya alami belum seberapa. Hanya rasa tekanan yang sangat kuat, tidak boleh menjawab dan menjelaskan dengan versi Pers lahirnya sebuah berita. Dan setelah diperiksa, saya di minta menanda tangani keterangan saya. Semuanya salah apa yang saya beritakan?.

Menyimak penjelasan saudara Ozzy Sulaiman Sudiri, yang dipubblist di Bidik07elangOposisi saya tertarik dan terpanggil mendalaminya.

Ozzy, menjelaskan; “Banyak yang salah jalan tetapi merasa tenang, karena banyak teman yang sama-sama salah. Beranilah menjadi benar walau segelintir orang.” tutur Ozzy.

Selanjutnya kata Ozzy, sepatutnya kita berjuang untuk meneruskan dan meluruskan kemerdekaan Pers, dengan intuisi yang sama yaitu Roh bobot kejiwaannya, bukan sekedar ueforia saja, karena dikuatirkan ada penumpang gelap yang memanfaatkan perjuangan ini.

Apalagi diduga fokus menari-nari dipanggung orang lain dan bernyanyi -nyanyi diatas penderitaan orang lain. Patut diduga telah terjadi perselingkuhan yaitu “simbiosis mutualisme” antara Pers dan Poltikus yang melahirkan gagasan haram, yang tidak murni perjuangannya dengan menggadaikan idealisme sebagai alat “bargaining position”posisi tawar untuk kepentingan sekelompok dengan memonopoli kebenaran atas nama perjuangan Pers dengan pembenaran yang keliru.

Seharusnya kita Prihatin atas seringnya beberapa wartawan yang menjadi korban kriminalisasi, Pers bukan cari Perhatian, kita fokus terhadap apa dan bagaimana perjuangan itu secara konseptual, konstruktif dan elegan.

Hal ini dibutuhkan langkah langkah cerdas dengan mengkanalisasi zona-zona pergerakan dengan berbagai kemampuan, yang pada akhirnya bermuara pada titik centrum yaitu mengembalikan kemerdekaan Pers pada titahnya, Pers Perjuangan dan Pers Perlawan, tegasnya.

Perjuangan terhadap hak asasi manusia yang telah diberikan oleh sang pencipta sesuai amanah konstitusi UUD 1945, dan perlawanan terhadap ketidak adilan, kebodohan dan kemiskinan, itulah wajah Pers Indonesia dalam perjalanan Pers nasional, baik pra kemerdekaan hingga berhasil merebut tirani kekuasaan kolonial alumnus penjajah.

Lanjut Ozzy lagi, Perjalanan politik bangsa ini telah menjadi bergeser, lagi-lagi Pers bungkam menjadi tuna daya, baik dimasa Orde Lama (Orla) dan diperparah lagi pada masa Orde Baru (Orba), Pers sudah terkooptasi sistem kekuasaan sehingga negara menjadi aktor dominasi. Faktor determinan dengan dalih stabilitas negara.

Menurut Tokoh Muda Pejuang Kebebasan Pers Nasional ini, bahwa, Pers, seniman, kaum cendikiawan, ahli fikir mengkritik dianggap propokatif, sesat dan tidak waras alias tidak memiliki akal sehat. Karena yang dianggap memiliki akal sehat hanya militeristik sebagai bentuk pengejawantahan dari sapto pandito ratu yang mulia, penguasa orba kala itu.

Akumulasi umat pers meledak, beriring persamaan nasib rakyat yang ingin adanya perubahan yaitu reformasi. Majelis Pers lahir dari rahim reformasi, yang turut membidani kelahiran Dewan Pers independen, sesuai amanah UU Nomor 40 tahun 1999, yang dilegalisasi DPR RI. sebagai buah pemikiran para pejuang Pers reformis yang telah merumuskan RUU Pers, reformasi bertujuan untuk mengembalikan akal sehat dari segala bentuk tirani kekuasaan stereotip seperti sejarah Pers masa masa sebelumnya.

Saya tidak bernostalgia apalagi romantisme, setidaknya menjadi bahan renungan dan agar tidak melupakan sejarah, tegas Ozzy, seraya berpesan, kita-kita lah benteng terkhir keadilan Rakyat, kita kita juga sebagai salah satu pilar untuk menjaga melindungi keutuhan Negeri, yang harus terus menerus menyuarakan kebenaran, agar terpenuhi keadilah hakikih ditengah masyarakat bangsa dan negara ini, tutup Ozzy, dikutip kembali.

Selama 13 tahun saya menjadi Wartawan dieranya Orde Baru (Orba), 1987-1998 sudah merasakan pahitnya perjalanan sebagai Wartawan, hanya saja belum disiksa secara fisik. Dalam waktu 24 jam, bisa berpindah-pindah sampai lima tempat (lokasi), terus di buntuti Intel sesudah menulis berita mengkritik kebijakan pembangunan yang dianggap keliru, (saat itu).

Saya sepakat dengan saudara Ozzy, tapi bagaimana solusinya kedepan? Karena sejak lahirnya Pers Industri dan Industrial Pers, secara tak langsung Wartawan tertempa oleh lembaga Pers tertentu, dari Pers Perjuangan menjadi Pers “bisnis” dengan mengangkat “motto” Bisnis dan Perjuangan, Pers yang satu ini sangat disenangi pejabat Pemerintah, “bisnis dulu” nanti professional.  Bagaimana detail ceritanya, tunggu tulisan berikutnya.

(Penulis Mantan Ketua DPD KWRI Provinsi Bengkulu, Pemimpin Redaksi Gegeronline.co.id,Bidik07elangOposisi.com, Redaktur Ramaonline.co, telah menulis dipuluhan Media Cetak Koran dan Majalah, tinggal di Bengkulu, Tlp/Hp. 085268924022 – 082178784803/WA, Email: Bidik07bkl@gmail.com, siap menerima Kritik, masukan, dan saran. Terima kasih).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *